BISNIS.COM,JAKARTA—Indonesia dinilai perlu untuk bergabung dengan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dan Trans Pacific Partnership (TPP) guna melebarkan pangsa pasar sembari mempersiapkan diri dalam menyambut Asean Economic Community (AEC) 2015.
RCEP adalah perjanjian kerja sama yang berbasis pada China, dan memiliki 16 negara anggota dengan total Produk Domestik Bruto (PDB) sekitar US$17 triliun, menurut perhitungan IMF. Di lain pihak, TPP berbasis pada Amerika Serikat (AS) dan memiliki 11 negara anggota dengan total PDB sekitar US$23 triliun.
Edmund Sim, Profesor di National University of Singapore Law School, mengatakan Indonesia sebaiknya mempertimbangkan untuk bergabung dengan RCEP terlebih dahulu di tengah proses menyongsong AEC.
“RCEP sangat penting bagi negara-negara Asean karena tujuannya adalah untuk menyelaraskan Free Trade Agreements (FTAs) yang sudah ada dengan mitra dagang Asean seperti Australia-Selandia Baru, China, India, Jepang dan Korea Selatan,” ujar Edmund pada kuliah umum bertema Asean Economic Community 2015 and Trans-Pacific Partnership, Rabu (24/4).
Jika dibandingkan dengan TPP, program kerja RCEP lebih menekankan pada harmonisasi peraturan dan FTAs yang sudah ada di Asean.
Agenda RCEP tidak ambisius seperti TPP, yang mencakup sektor-sektor yang tidak terjangkau RCEP seperti hak kekayaan intelektual, perlindungan lingkungan, buruh, layanan keuangan, hambatan teknis, isu regulasi, dan sebagainya.
Menurut Edmund, RCEP dan TPP sebenarnya bukanlah pilihan bagi Indonesia karena negara kepulauan terbesar di dunia itu bisa saja bergabung dengan keduanya pada saat bersamaan.