Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KONFLIK LAHAN: Anak Perusahaan Asal Singapura Diminta Setop Operasi di Kutai

BISNIS.COM, JAKARTA--Asosiasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) meminta secara resmi PT Borneo Surya Mining Jaya untuk menghentikan aktivitas perusahaan tersebut di wilayah adat Muara Tae, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, terkait dengan

BISNIS.COM, JAKARTA--Asosiasi Roundtable on Sustainable Palm Oil (RSPO) meminta secara resmi PT Borneo Surya Mining Jaya untuk menghentikan aktivitas perusahaan tersebut di wilayah adat Muara Tae, Kabupaten Kutai Barat, Kalimantan Timur, terkait dengan belum selesainya konflik korporasi dengan masyarakat setempat.

Patricia Wattimena, Staf Urusan HAM dan Hubungan Internasional Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN), mengatakan pihaknya bersama-sama dengan pemimpin komunitas Muara Tae telah bertemu dengan Bambang Dwi Laksono, Corporate Sustainability Head First Resources Limited.

Hal itu dilakukan untuk menegosiasikan masalah antara perusahaan dengan masyarakat adat, pada Oktober 2012. PT Borneo Surya adalah anak usaha dari First Resources, perusahaan yang berbasis di Singapura.

Pengaduan masyarakat Muara Tae disampaikan pada Oktober 2012 dan akhirnya pada 17 April 2013, RSPO menyurati First Resources agar PT Borneo Surya menghentikan aktivitas perusahaan di wilayah yang berkonflik.

RSPO menggunakan Moody International, lembaga sertifikat asal Malaysia, untuk meneliti persoalan tersebut sehingga sampai pada kesimpulan agar penghentian dilakukan.

"Memutuskan bahwa perusahaan tidak dapat melakukan aktivitas apa pun di wilayah adat Muara Tae sampai konflik terselesaikan," kata Patricia, dalam keterangan pers di Jakarta, yang dikutip pada Sabtu (20/4/2013).

"Aktivitas apa pun yang dikakukan oleh perusahaan di wilayah tersebut harus dengan persetujuan RSPO dan setelah berkonsultasi dengan pihak yang bersengketa."

AMAN menyatakan laporan Moody International terkait dengan temuan tersebut di antaranya adalah tidak terpenuhinya hak masyarakat Muara Tae terhadap Free, Prior, and Informed Consent (FPIC) sehingga menjadi salah satu akar penyebab konflik lahan.

Lembaga itu juga meminta agar pihak perusahaan mengakui penolakan komunitas terhadap aktivitas usaha kelapa sawit di atas tanah adat, serta mengakui konflik dengan masyarakat adat dalam wilayah konsesi yang wajib tertuang dalam Social Environmental Impact Assessment (SEIA) PT Borneo Surya.

Pada Januari lalu, the Environmental Investigation Agency (EIA), organisasi lingkungan yang berbasis di London, menemukan First Resources telah membuka lahan yang berada di wilayah adat Muara Tae, termasuk penghancuran hutan yang melindungi sungai Utak Melinau dan ladang masyarakat.

Organisasi itu memaparkan operasi perusahaan mengakibatkan hancurnya kehidupan masyarakat secara substansial serta air untuk desa tersebut. Foto: Ilustrasi


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Anugerah Perkasa
Editor : Yoseph Pencawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper