Cari berita
Bisnis.com

Konten Premium

Bisnis Plus bisnismuda Koran Bisnis Indonesia tokotbisnis Epaper Bisnis Indonesia Konten Interaktif Bisnis Indonesia Group Bisnis Grafik bisnis tv

LEDAKAN TEXAS: 14 Tewas, Penyebab Kejadian Belum Ditemukan

BISNIS.COM, WEST TEXAS--Pihak penyelidik masih mencari penyebab ledakan pabrik pupuk Adair Grain Inc. di Texas yang menewaskan sedikitnya 14 orang dan melukai setidaknya 200 orang. Pihak berwenang menyatakan belum menemukan adanya tindakan 'kesengajaan'
Hedwi Prihatmoko
Hedwi Prihatmoko - Bisnis.com 20 April 2013  |  15:44 WIB
LEDAKAN TEXAS: 14 Tewas, Penyebab Kejadian Belum Ditemukan

BISNIS.COM, WEST TEXAS--Pihak penyelidik masih mencari penyebab ledakan pabrik pupuk Adair Grain Inc. di Texas yang menewaskan sedikitnya 14 orang dan melukai setidaknya 200 orang.

Pihak berwenang menyatakan belum menemukan adanya tindakan 'kesengajaan' dalam ledakan yang terjadi pada Rabu (17/4) lalu, dan menduga kuat ledakan tersebut sebagai kecelakaan industri.

Para agen dari U.S. Bureau of Alcohol, Tobacco, Firearms and Explosives juga masih belum bisa menemukan asal mula lokasi terjadinya bencana dan masih menjadi misteri sejak investigasi dimulai pada Jumat, (19/4).

Selain menyebabkan korban tewas dan terluka, ledakan pabrik pupuk Adair Grain Inc. juga menghancurkan setidaknya 175 rumah dan bangunan lainnya. Otoritas yang berwenang mengungkapkan ledakan itu begitu dahsyat, kekuatannya diperkirakan sama dengan gempa bumi 2,1 skala richter.

Pabrik pupuk tersebut merupakan gudang dari 270 ton ammonium nitrate yang berkategori sangat berbahaya dan mudah meledak.

Ledakan pabrik pupuk ini menjadi salah satu catatan minggu kelabu yang menimpa AS, selain ledakan bom yang terjadi di Boston pada Senin (15/4) dan surat beracun yang ditujukan bagi Presiden AS Barack Obama yang diterima Gedung Putih pada Selasa (16/4). Foto: Ilustrasi

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Simak berita lainnya seputar topik artikel ini, di sini :

ledakan texas ledakan texas adair grain

Sumber : Reuters

Editor : Yoseph Pencawan

Artikel Terkait



Berita Lainnya

    Berita Terkini

    back to top To top