Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KASUS BLBI: Rizal Ramli Menyusul Kwik Kian Gie Dipanggil KPK

BISNIS.COM, JAKARTA—Rizal Ramli –mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian periode Agustus 2000 – Juni 2011 pada saat Presiden Abdurrahman Wahid– dipanggil KPK sebagai terperiksa untuk dimintai keterangan soal kasus Bantuan

BISNIS.COM, JAKARTA—Rizal Ramli –mantan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian periode Agustus 2000 – Juni 2011 pada saat Presiden Abdurrahman Wahid– dipanggil KPK sebagai terperiksa untuk dimintai keterangan soal kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

“Sekitar dua pekan lalu Kwik juga dipanggil oleh KPK. Mudah-mudahan KPK sungguh-sungguh ingin membuka seterang-terangnya kasus BLBI,” ujarnya saat tiba di gedung KPK, Jumat (12/4/2013).

Ekonom Rizal menambahkan upaya KPK ini diharapkan dapat mencoba mendapatkan kembali apa yang seharusnya menjadi milik negara.

Saat ditanya apa yang akan dijelaskan kepada penyidik KPK, Rizal menuturkan hal itu bergantung pada pertanyaan penyidik.

Menurutnya, saat ini negara masih harus membayar bunga subsidi BLBI hampir 60 triliun per tahun dan berlangsung hingga 20 tahun ke depan.

“Kita masih ramai subsidi BBM untuk rakyat, belum subsidi bunga BLBI masih terus berlanjut. Saya kira itu perlu diluruskan agar supaya adil, jangan bankir-bankir kaya terus disubsidi, sementara rakyat dipaksa untuk menerima kenaikan harga BBM.”

Penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) dikeluarkan pada saat Presiden Megawati Soekarnoputri. Saat ditanya, apakah Megawati perlu dimintai keterangan oleh KPK, Rizal hanya menjawab, “No comment, saya tidak jawab.”

BLBI merupakan skema bantuan yang diberikan oleh Bank Indonesia kepada bank-bank yang mengalami masalah likuiditas akibat krisis moneter yang melanda Indonesia pada 1998.

Skema bantuan itu dilakukan berdasarkan perjanjian Indonesia dengan IMF dalam mengatasi krisis. Pada Desember 1998, BI telah menyalurkan BLBI Rp147,7 triliun kepada 48 bank.

Adapun, audit BPK terhadap penggunaan dana BLBI oleh 48 bank tersebut menyimpulkan telah terjadi indikasi penyimpangan sebesar Rp138 triliun.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sepudin Zuhri
Editor : Yoseph Pencawan
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper