BISNIS.COM, BALIKPAPAN--Pemerintah Kota Balikpapan masih belum akan mengeluarkan moratorium izin hotel, utamanya bagi kelas bintang, seiring dengan masih baiknya tingkat okupansi yang berada pada kisaran 60%-70%.
Kepala Dinas Pemuda, Olahraga, Kebudayaan dan Pariwisata (Disporabudpar) Kota Balikpapan Syaiful Bachri mengatakan angka tersebut menunjukkan rerata tingkat hunian hotel bintang masih belum jenuh.
Angka itu merujuk pada hasil sementara kajian tingkat kejenuhan hotel yang digelar Disporabudpar Kota Balikpapan.
“Kalau bisa dikatakan jenuh itu kan okupansinya sekitar 30%. Nah, ini masih 60%-70%. Jadi, masih belum [jenuh] lah,” ujarnya, Selasa (2/4/2013).
Kejenuhan, katanya, justru terjadi pada hotel kelas melati yang disebabkan oleh perbedaan tarif kamar yang tidak terlalu jauh dengan hotel bintang. Akibatnya, banyak tamu yang lebih memilih hotel bintang daripada hotel melati ketika berkunjung ke Balikpapan.
Syaiful juga mengungkapkan permasalahan sumber daya manusia menjadi salah satu isu penyebab rendahnya tingkat okupansi hotel melati.
Dia berpendapat perlu adanya pelatihan keterampilan guna menjaga standar layanan perhotelan bagi kelas melati. Selain itu, perlu juga adanya perubahan image yang selama ini melekat dengan hotel non kelas tersebut.
“Upaya ini bertujuan agar tamu mau datang dan menginap di sana,” katanya.
Dia juga berpendapat para investor yang menanamkan investasinya di bidang perhotelan tentunya sudah melakukan survei sebelum mengucurkan dana pembangunan.
Investor yang berorientasi pada keuntungan tersebut tentu tidak mau rugi ketika telah berkomitmen mengeluarkan dana investasi untuk pembangunan.
Tercatat saat ini, telah ada 66 hotel yang beroperasi di Balikpapan yang 50% di antaranya termasuk dalam kelas melati.
Ketua BPC PHRI Kota Balikpapan Yulidar Gani menampik bahwa rerata okupansi hotel selalu bisa mencapai angka yang ideal.
Dia menduga kajian tersebut kemungkinan dilakukan pada musim ramai sehingga angka okupansi berada pada kisaran 60%-70%.
Selain itu, tingkat okupansi sebesar itu juga belum sampai menyebabkan hotel menolak tamu yang datang.
Ini menunjukkan masih ada persaingan antar pelaku usaha untuk dapat meraup okupansi yang pasarnya terbatas.
“Karena itu kami masih tetap mengusulkan bahwa moratorium itu perlu untuk menjaga persaingan sehat,” tukasnya.
Yulidar mengusulkan kontrol perizinan sebaiknya dilakukan oleh asosiasi pelaku usaha yang lebih mengetahui kondisi di lapangan. Melalui pemberian rekomendasi, katanya, investor yang akan masuk harus berkoordinasi dengan para pelaku usaha. (wde)