BISNIS.COM, JAKARTA—Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki ‘Ahok’ Tjahaja Purnama tetap ngotot menggunakan dana sumbangan swasta guna membiayai program seleksi dan promosi terbuka atau lelang jabatan camat dan lurah. Alasannya, pemprov butuh bantuan dari pihak swasta karena anggaran dari kantong APBD yang tersedia hanya Rp200 juta.
Padahal berdasarkan hitungan pemprov, untuk membangun sistem dan sewa konsultan seleksi jabatan ini menelan biaya total kurang lebih Rp6 miliar-Rp7 miliar. Biaya itu bisa ditekan dengan cara memangkas biaya-biaya konsultan antara lain sewa tempat, snack, peralatan komputer, sewa psikolog dan lainnya.
Pemprov memiliki aset tersebut sehingga konsultan tidak perlu keluar biaya sewa. “Kalau kita hitung totalnya Rp6 miliar-Rp7 miliar untuk seleksi 40.000 – 50.000 orang. Tapi kita potong-potong jadi lebih kecil mungkin tinggal Rp2 miliar-Rp3 miliar. Hitungan awal itu kalau total seolah-olah dikerjakan konsultan,” katanya di Balaikota, Kamis (14/3/2013).
Apabila diasumsikan biaya total seleksi jabatan camat dan lurah tinggal Rp3 miliar, ada kekurangan dana sekitar Rp2,8 miliar karena pemprov hanya menyediakan Rp200 juta.
Ahok menilai untuk mencari dana kekurangan itu tidak sulit karena ada donatur yang mau membantu mencapai Rp500 juta per orang. “Cari donatur yang mau bantu Rp500 juta juga selesai, sepuluh orang donatur udah Rp5 miliar,” terang Ahok.
Sementara itu, disinggung adanya sorotan DPRD DKI tentang program ini, Ahok sama sekali tidak menggubris. Dia beranggapan kasus yang sama pernah dipersoalkan ketika muncul pelaksanaan program pajak online menggandeng BRI tanpa mengeluarkan dana.
“Ya selama kita tidak pakai uang APBD [nggak masalah]. Dulu juga dipersoalkan pajak online, e-ticketing tapi jalan saja, bulan ini selesai tuh,” ujarnya.
Namun saran dewan agar Pemprov konsultasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Kementerian Dalam Negeri sudah dilaksanakan. Pemprov tidak ingin menggunakan dana swasta justru menyalahi aturan.