Data Unicef menuliskan bahwa sebanyak 8 juta balita Indonesia menderita gizi buruk kategori Stunting. Stunting terjadi akibat kekurangan gizi berulang dalam waktu lama pada masa janin hingga 2 tahun pertama kehidupan seorang anak.
NTT menempati posisi tertinggi sebagai wilayah yang angka balitanya mencapai 60% kasus. Sebabnya adalah kekeringan sehingga ketersediaan makanan tidak dapat terpenuhi, ditambah lagi sanitasi yang buruk.
Ibu hamil yang kurang gizi berisiko tinggi melahirkan bayi kategori stunting. Bayi tersebut akan lahir dengan berat badan rendah dan berisiko lebih tinggi terhadap kematian bayi, penyakit kronis pada usia dewasa, keterlambatan mental dan pertumbuhan yang lambat. Ketika terjadi retardasi pertumbuhan akibat defisiensi zat gizi saat dalam kandungan, maka anak yang lahir akan tumbuh pendek (stunting).
Untuk itu, makanan pendamping air susu ibu (MPASI) pabrikan serta asupan gizi makanan lokal, harus dioptimalkan sebagai salah satu solusi mengatasi masalah gizi pada anak balita. Sosialisasi MPASI perlu digalakkan untuk memotong generasi stunting. Tanggung jawab tidak hanya pada langkah Unicef dan Pemerintah saja tetapi masyarakat Indonesia seluruhnya.
RANIA ANANDA
Cililitan, Jakarta Timur