JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membentuk tim untuk validasi dokumen draft surat perintah penyidikan (sprindik) Anas Urbaningrum yang tersebar di media itu berasal dari internal KPK atau bukan.
Juru Bicara KPK Johan Budi Sapto Prabowo mengatakan kesimpulan rapat pimpinan KPK pada Senin (11/22013), maka dibentuk tim investigasi untuk mengetahui kepastian dari dokumen draft sprindik Anas Urbaningrum dalam kasus dugaan korupsi proyek Hambalang.
"Bahwa pimpinan memerintahkan untuk bentuk tim yang bertugas melakukan investigasi mendalam, apakah copy dokumen yang beredar di media itu berkaitan dengan dokumen di KPK atau tidak," ujarnya, Selasa (12/2/2013).
Sebelumnya pada Sabtu (9/2), beredar dokumen dengan kepala surat berjudul "Surat Perintah Penyidikan Komisi Pemberantasan Korupsi" yang menetapkan bahwa tersangka Anas Urbaningrum selaku anggota DPR periode 2009-2014.
Anas dikenakan pasal 12 huruf a atau huruf b atau pasal 11 UU No. 31/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Surat tersebut ditandatangani oleh tiga orang pimpinan KPK yaitu Abraham Samad, Zulkarnain dan Adnan Pandu Pradja. Namun, sampai saat ini belum jelas asal-usul surat tersebut. Oleh karena itu, KPK membentuk tim untuk mengetahui asal usul dokumen itu.
Tim itu akan dibetuk hari ini. Dari hasil kerja tim itu, katanya, akan dilakukan upaya untuk dapat menyimpulkan tindak lanjut dokumen itu berasal dari KPK atau bukan. "Atau dokumen itu yang dimiliki KPK. Sampai hari ini sudah ada tim, kita tunggu hasil kerja tim KPK."
Dia meminta sebelum ada hasil dari tim itu agar seluruh pihak tidak berspekulasi dan menganalisa sendiri.
Apalagi, saat ini Ketua KPK Abraham Samad masih berada di luar negeri, sehingga hanya 4 pimpinan KPK yang berada di Jakarta.
"Tentu kita tunggu AS [Abraham Samad] untuk bisa hadir di KPK. Itu berkaitan dengan isu-isu yang menyangkut telah beredarnya dokumen itu mirip dokumen yang ada di KPK. Jadi, kita tunggu dulu hasil dari tim yang sudah dibentuk KPK," jelasnya.
Johan menegaskan yang terpenting saat ini adalah apakah dokumen draft sprindik Anas itu benar berasal dari KPK.
Dia menegaskan bahwa dokumen yang beradar itu bukan sprindik. Oleh karena itu, sampai saat ini, status Anas Urbaningrum masih hanya sebagai saksi Hambalang, belum naik menjadi tersangka. "Itu bukan sprindik. Yang pasti itu draft sprindik, tetapi itu bukan sprindik."
Dia memperkirakan tim itu akan memperoleh kesimpulan kurang dari sepekan, sehingga pada pekan depan sudah dapat diumumkan soal validasi draft sprindik Anas Urbaningrum tersebut.
Johan menegaskan lagi, bahwa sampai hari ini belum ada sprindik untuk Ketua Umum DPP Partai Demokrat Anas Urbaningrum.
Jadi, setiap status seseorang hendak dinaikkan, misalkan dari saksi naik menjadi tersangka, maka akan ada gelar perkara oleh pimpinan KPK dan pihak terkait seperti Direktur Penyidikan, Direktur Penyelidikan, dan Tim Satgas yang menangani kasus itu.
Dalam hal penyelidikan, KPK juga harus melakukan gelar perkara terlebih dahulu untuk memutuskan seseorang diselidiki dalam suatu kasus tertentu. Kemudian ketika dalam tahap penyelidikan, apakah status saksi akan ditingkatkan menjadi tersangka pun harus ada gelar perkara terlebih dahulu.
Demikian juga untuk melakukan penuntutan terhadap tersangka, maka akan dilakukan gelar perkara terlebih dahulu.
Saat ini, Anas Urbaningrum masih menjadi saksi dalam kasus Hambalang. Jika status Anas hendak ditingkatkan menjadi tersangka, maka pimpinan KPK dan pihak terkait lainnya harus melakukan gelar perkara terlebih dahulu. Setelah gelar perkara, kemudian dikeluarkan sprindik.
Sampai saat ini, menurut Johan, belum dilakukan gelar perkara terhadap Anas Urbaningrum.
Berbeda dengan kasus tangkap tangan yang dalam jangka waktu 1 x 24 jam harus memutuskan seseorang itu terlibat atau tidak.
Johan menambahkan dalam penerbitan sprindik terhadap seseorang, maka akan ada proses administrasi yang membuat surat perintah penyidikan itu diterbitkan.
Saat ditanya apakah dalam pekan ini akan ada gelar perkara untuk Anas Urbaningrum, Johan menyatakan belum mengetahui. "Segera akan saya cek."
Namun, dia memastikan bahwa sampai saat ini, KPK terus melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi Hambalang. "KPK belum berhenti pada penetapan AAM [Andi Alfian Mallarangeng] dan DK [Deddy Kusdinar]."
Sementara itu, sanksi bagi pihak internal KPK yang menyebarkan dokumen draft sprindik yaitu pemecatan, penurunan golongan/pangkat, dan teguran tertulis dan lisan, jika memang benar dokumen itu berasal dari internal KPK.
Secara terpisah, pakar hukum pidana Universitas Indonesia Chaerul Huda menduga bocornya dugaan draft sprindik Anas terkait dengan pencitraan KPK dan kepentingan Partai Demokrat.
Dia menilai KPK mendapatkan tekanan dari publik terkait penyelesaian kasus Hambalang termasuk soal status Anas.
Menurutnya, dalam kasus dokumen draft sprindik yang tersebar itu ada kepentingan politik yang berhubungan dengan berubahnya status Anas Urbaningrum menjadi tersangka, terkait posisinya sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Chaerul menguraikan ada hubungannya antara tindakan Presiden SBY yang didesak beberapa tokoh Demokrat untuk menyelamatkan partai itu dengan bocornya sprindik tersebut. Dia menilai ada korelasi antara KPK yang butuh pencitraan publik dengan elit Demokrat yang memerlukan justifikasi untuk mengambil tindakan kepada Anas.
"Proses politik yang menguasai dibandingkan proses hukum, ada kecenderungan kolabrasi antara kepentingan KPK dan luar KPK untuk membocorkan ini [dokumen draft sprindik Anas]," ujarnya.