JAKARTA—Aliansi Jurnalis Independen Jakarta mengecam kekerasan dan perampasan kaset dan memory card yang dilakukan aparat TNI AU terhadap jurnalis yang sedang melakukan peliputan berita pada Kamis (21/6) di komplek perumahan Halim Perdanakusuma.
Ketua AJI Jakarta Umar Idris menjelaskan kasus ini menimpa Urip Arpan, Kontributor Televisi Berita Satu, Dhika (Jurnalis Kompas TV) dan Reza (Fotografer Harian Kompas) saat akan mengambil gambar reruntuhan pesawat Foker 27 yang jatuh di Komplek Perumahan Rajawali, Halim Perdanakusuma.
Umar menjelaskan peristiwa kekerasan itu bermula ketika Urip Arpan hendak mengabadikan lokasi pesawat Fokker 27 milik TNI-AU yang jatuh di daerah Halim. Tiba-tiba saja lehernya ditarik oleh salah seorang provost TNI-AU.
Selain itu, secara mengejutkan provost tersebut juga mengeluarkan kata-kata ancaman bernada intimidatif. “ Saya ambil kameranya, apa kasetnya yang dikeluarkan….”.
Akhirnya, papar Umar, Urip menuruti keinginan provost tersebut. Sesaat kemudian, kaset tersebut dirusak dengan cara menarik pita seluloidnya keluar dari selongsong.
Tidak terima dengan perlakuan itu, Urip kemudian menanyakannya. “Kenapa seperti itu, Pak?“. “Ini peraturan, tidak boleh diliput “, jawab Provost TNI-AU.
Tak habis akal, Urip kemudian berpindah ke lokasi lainnya. Kali ini ia hanya menggunakan kamera HP Blackberry untuk mengambil gambar. Namun lagi-lagi, saat sedang melakukan tugas jurnalistik, ia dilarang oleh seorang anggota TNI-AU berpangkat Mayor.
Saat itu, ID CARD-nya yang gantian dirampas secara paksa oleh sang Mayor. “Kamu dari wartawan mana?“. Secara spontan Urip menjawab; “ Berita Satu TV, Pak.” Karena merasa janggal dengan nama tersebut, Urip kemudian mengeluarkan surat tugas, Usai membaca surat tersebut, barulah sang Mayor mengetahui informasi mengenai Televisi Berita Satu.
Setelah itu, meski hanya menggunakan Blackberry, ia tetap tidak diijinkan mengambil gambar. Atas perlakuan yang dialaminya, Urip kemudian mengadukan kasusnya kepada pejabat penerangan TNI AU. Namun tidak ada tanggapan.
Belakangan diketahui, bukan hanya Urip yang mengalami perampasan kaset, seorang fotografer Harian Kompas dan Jurnalis Kompas TV juga mengalami hal yang sama. Secara paksa memory card yang mereka gunakan untuk menyimpan gambar juga di rampas oleh aparat TNI AU.
"Yang dilakukan oleh aparat TNI AU ini merupakan bentuk pelanggaran UU Pers No 40/1999 pasal 4 ayat (2) yang berbunyi Terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelanggaran penyiaran," jelas Umar dalam siaran pers yang diterima Bisnis, hari ini Sabtu (23/6)
Pelanggaran pasal ini diancam dengan hukuman penjara 2 tahun atau denda Rp 500 juta. Kasus ini menambah panjang daftar kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia.
Sejak Januari hingga Juni, sedikitnya telah terjadi 20 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Kekerasan terhadap jurnalis terus berulang karena mereka tidak paham atas tugas penting yang diemban oleh jurnalis.
Atas kejadian ini, AJI Jakarta mendesak penglima Tentara Nasional Indonesia (TNI) dan Kepala Staf TNI Angkatan Udara untuk menindak para pelaku kekerasan terhadap jurnalis.
"AJI Jakarta menuntut para pelaku itu diadili sesuai UU Pers, demi mendorong kesadaran setiap warga Negara bahwa jurnalis adalah profesi yang dilindungi oleh hukum," tegas Umar. (sut)