JAKARTA: Perlambatan ekonomi China ke level 7,5% pada 2012 dikhawatirkan menekan harga komoditas dunia dan menurunkan penerimaan negara dari sisi ekspor.Executive Director and Senior Economist UBS for Asean Research Edward Teather menilai yang paling ditakutkan dari koreksi turun perekonomian China penurunan imbasnya terhadap harga komoditas dunia."Yang paling ditakutkan itu di sektor harga-harga komoditas, karena konsumsi China menjadi salah satu kunci harga komoditas dunia. Kalau China konsumsinya melambat, harga komoditas cenderung turun," ungkap Edward usai Media Briefing UBS Indonesia Conference 2012, Selasa 6 Maret 2012.Sebagai negara eksportir komoditas, kata Edward, penurunan harga sangat berpengaruh terhadap penerimaan Indonesia.Pasalnya harga batu bara, CPO, karet, kopi, dan nikel sebagai beberapa komoditas unggulan Indonesia berisiko turun akibat penurunan nilai dan volume ekspor dari China dan beberapa negara tujuan ekspor utama, seperti Jepang, Amerika Serikat, India dan Uni Eropa."Kabar baiknya, Indonesia adalah produsen komoditas yang low cost. Jadi kalau harga komoditas turun sedikit, perusahaan tetap akan menghasilkan untung dan FDI tetap mengalir," ujar Edward.Seperti yang diberitakan Bisnis, kemarin minyak diperdagangkan mendekati level terendah tiga hari di New York akibat spekulasi di China pasca Negeri Tembok Raksasa itu menurunkan target pertumbuhan ekonominya dari 8% menjadi 7,5% pada tahun ini.
Proyeksi pertumbuhan China yang melambat dinilai sebagai sentimen negatif di pasar komoditas.Selain itu, tambah Edward, perlambatan ekonomi China juga akan membatasi ruang gerak ekspansi ekspor Indonesia ke China. Pasalnya, konsumsi China berpotensi melemah seiring menurunnya arus investasi asing dan ekspor negara tersebut."Itu tidak akan banyak berubah (arus impor China ke Indonesia). Tapi yang paling penting, kita harus melihat kenapa China merevisi turun target pertumbuhannya. kapasitas manufakturnya menurun atau permintaan domestiknya yang melemah di China," kata Edward. (ra)