Pancasila memang bukan agama, tetapi Pancasila tidak alergi terhadap agama. Sila pertama pancasila yaitu Ketuhanan Yang Maha Esa sesungguhnya mengandung arti bahwa Indonesia sebagai negara yang religius sehingga dengan keberadaan sila ketuhanan. Wajib hukumnya untuk melindungi, menghormati dan memberikan kebebasan kepada setiap warga untuk memeluk dan menjalankan ibadah sesuai dengan keyakinan agama dan kepercayaan.
Namun, dengan munculnya gerakan Negara Islam Indonesia (NII) yang memiliki ideologi berseberangan dengan Pancasila, di mana dalam praktik keagamaan mereka sibuk membela Tuhan sehingga tampak cenderung lupa dan kurang peduli pada penderitaan manusia.
Mereka sepertinya merasa semakin dekat dengan Tuhan sehingga setiap tindakannya semakin menjadi tidak manusiawi. Padahal untuk mengukur tingkat penghayatan terhadap sila ketuhanan, sesungguhnya tidak dapat dilihat hanya berdasarkan atribut formal semata. Yaitu taat beribadah, rajin memerangi kelompok yang dianggap kafir atau memuja Tuhan setinggi langit.
Akan tetapi, yang dibutuhkan adalah sejauh mana rasa keterpanggilan diri untuk terlibat langsung dalam hal kebajikan acapkali butir Pancasila telah dihayati secara parsial dengan mengagungkan sila ketuhanan, tetapi menginjak-injak martabat kemanusiaan. Atas nama Tuhan, manusia dan kemanusiaan menjadi tumbal oleh akal yang pendek, amarah dan egoisme. Ikatan sebangsa apalah artinya bagi mereka jika tidak se-ideologi, se-agama.
Pada satu sisi, dalam masa keterbukaan seperti sekarang sangat memungkinkan masuknya pengaruh beragam ideologi baru. Ini terlihat dari banyaknya organisasi atau gerakan yang berpandangan ideologi lain. Misalnya, dari unsur keagamaan, salah satunya NII. Ini tidak dapat dibiarkan. Jika dibandingkan dengan masa Orde Baru lalu, yang mewajibkan Pancasila merupakan asas tunggal, hal ini berbeda dengan saat reformasi sekarang ini.
Namun, nyatanya kondisi itu tidak diimbangi adanya landasan yang kuat lewat penanaman nilai-nilai Pancasila, terutama dalam jiwa generasi muda. Saat ini, dengan tidak ada lagi pelajaran pendidikan Pancasila yang masuk pada kurikulum pendidikan nasional, menunjukkan bahwa pemahaman masyarakat khususnya para generasi muda tidak mengerti tentang makna dan arti yang terkandung dalam Pancasila tersebut, untuk itu diharapkan pemerintah harus ada upaya sosialisasi terhadap nilai-nilai Pancasila.
Kementerian terkait perlu menetapkan kembali Pancasila masuk dalam mata pelajaran di sekolah ataupun mata kuliah di perguruan tinggi. Yang harus dipahami adalah bahwa setiap ormas boleh saja memiliki berbagai program, tetapi jika sudah berbicara mengenai asas, haruslah menganut asas Pancasila.
Syarifudin, Jl. Damai No. 100, Kramat Jati, Jakarta