Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah Provinsi Sumatra Utara memenangi sengketa pajak PT Inalum, setelah Majelis Hakim IIA Pengadilan Pajak Jakarta menolak permohonan banding PT Inalum dengan amar putusan Tidak Dapat Diterima.
Amar putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak dibacakan secara bergantian oleh Ketua Majelis Hakim Bambang Basuki, Hakim Anggota Ali Hakim, dan Hakim Anggota Yohanes Silverius Winoto pada Selasa (2/10/2018).
Putusan tersebut menyatakan menolak gugatan perhitungan yang digunakan PT Inalum, berdasarkan perhitungan Pajak Air Permukaan (PAP) harus menggunakan tarif khusus untuk BUMN.
Ditemui di Jakarta usai mengikuti sidang, Kepala Badan Pengelolaan Pajak dan Retribusi Daerah Sumut (BPPRDSU) Sarmadan Hasibuan menyatakan Pajak Air Permukaan merupakan jenis Pajak Provinsi yang dikenakan atas pengambilan/pemanfaatan air permukaan.
Ketentuan tentang Pajak Air Permukaan ini diatur dalam UU Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah dan Perda Nomor 1 Tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
“Permohonan banding yang diajukan oleh PT Inalum dan telah diputus oleh Majelis Hakim adalah untuk masa pajak bulan April 2016 sampai April 2017 atau terhadap tiga belas masa pajak," katanya seperti disampaikan lewat keterangan tertulis.
Dia mengatakan putusan hakim dengan amar putusan Tidak Dapat Diterima ini sudah diduga sebelumnya. Pasalnya PT Inalum dalam mengajukan banding tidak memenuhi syarat formal pengajuan banding, yaitu membayar 50% dari pajak terutang yang ditetapkan dalam Surat Ketetapan Pajak Daerah (SKPD), sebagaimana diatur dalam UU No 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, dengan tidak dipenuhinya syarat formal tersebut sehingga tidak dilakukan pemeriksaan terhadap pokok sengketa.
Sarmadan menjelaskan ada perbedaan dengan permohonan banding untuk masa pajak November 2013 sampai Maret 2016 atau dua puluh sembilan masa pajak, yang mana untuk masa pajak tersebut PT Inalum melakukan pembayaran 50% dari jumlah pajak terutang. Sejak bulan Mei 2016 telah dilakukan sidang pemeriksaan terhadap pokok sengketa secara berkala 2 pekan sekali dan pada sidang pemeriksaan terakhir Februari 2018.
"Pemeriksaan pokok sengketa telah dinyatakan cukup oleh Majelis Hakim, namun sangat disayangkan sampai saat ini belum ada putusan dari Majelis Hakim, padahal sidang pemeriksaannya di Pengadilan Pajak sudah lebih dahulu dilaksanakan dibandingkan masa pajak yang diputus hari ini," katanya.
Usai putusan banding ini Pemprov Sumut segara melaporkannya kepada Gubernur.
“PT Inalum punya dua opsi yaitu menerima putusan majelis hakim atau mengajukan peninjauan kembali ke Mahkamah Agung. Sementara itu untuk Pemprov Sumut, pada kesempatan pertama kami akan melaporkan hasil putusan Majelis Hakim Pengadilan Pajak ini kepada Gubernur Sumut dan selanjutnya kami akan merumuskan langkah yang diperlukan sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku," ujarnya.
Menurut Sarmadan, dengan telah diambilnya putusan oleh Majelis Hakim dengan amar putusan Tidak Dapat Diterima, maka PT Inalum wajib melakukan pembayaran pajak terutang untuk masa pajak April 2016 sampai April 2017 sebesar Rp553 miliar.
"Hal ini sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 89 ayat (2) UU No. 14 Tahun 2002 tentang Pengadilan Pajak, bahwa permohonan PK tidak menangguhkan atau menghentikan pelaksanaan putusan Pengadilan Pajak," katanya.
Sengketa banding antara PT Inalum dengan Pemprov Sumut ini telah dimulai sejak November 2013, yaitu pascaberakhirnya Master Agreement Pengelolaan PT Inalum oleh Konsorsium Perusahaan Jepang dengan status PMA. Sejak saat itu PT Inalum menjadi Wajib Pajak Daerah di Provinsi Sumatera Utara.
Persoalan Pajak Air permukaan PT Inalum ini telah menjadi perhatian besar bagi rakyat Sumut, PT Inalum akhir-akhir ini juga telah menjadi perbincangan, bukan saja secara nasional, tapi bahkan internasional setelah mampu membeli saham PT Freeport Indonesia menjadi 51,23%.
Sengketa banding Pajak Air Permukaan ini berawal dari terdapatnya perbedaan pola perhitungan antara yang dilakukan Pemprov Sumut dengan yang dilakukan oleh PT Inalum. Pemprov Sumut menghitung Pajak Air Permukaan PT Inalum dengan menggunakan tarif Wajib Pajak Golongan Industri.
Sedangkan menurut PT Inalum perhitungan Pajak Air Permukaannya harus menggunakan tarif khusus untuk BUMN. Padahal sebagaimana diatur dalam Peraturan Gubernur Sumatera Utara No. 24 Tahun 2011 tentang Tata Cara Perhitungan Nilai Perolehan, Harga Air Baku dan Harga Dasar Air untuk Penetapan Pajak Air Permukaan di Provinsi Sumatra Utara yang merujuk kepada Keputusan Menteri Dalam Negeri No. 12 Tahun 2002 tentang Nilai Perolehan Air Yang Digunakan BUMN, BUMD Yang Memberikan Pelayanan Publik, Pertambangan Minyak Bumi dan Gas Alam, bahwa yang dapat digolongkan kepada tarif khusus adalah BUMD/BUMN yaitu PDAM, PT Pertamina, dan PT PLN yang peruntukan atas pengambilan/pemanfaatan air permukaannya untuk kepentingan publik.
Sedangkan PT Inalum melakukan pengambilan/pemanfaatan air permukaan adalah untuk kepentingan sendiri yaitu untuk industri peleburan aluminium.