Bisnis.com, JAKARTA - Gempa bumi yang terjadi di Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah pada Jumat (28/9/2018) merupakan jenis gempa bumi dangkal akibat aktivitas sesar Palu-Koro.
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), patahan Palu-Koro yang membelah Sulawesi menjadi dua bagian memiliki pergerakan yang sangat aktif. Pergerakan formasi batuan mencapai 35-44 mm/tahun.
Kepala Pusat Data, Informasi, dan Hubungan Masyarakat BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan Patahan Palu-Koro merupakan patahan dengan pergerakan terbesar kedua di Indonesia, setelah patahan Yapen di Kepulauan Yapen, Papua Barat, dengan pergerakan mencapai 46 mm/tahun.
"Beberapa kali kejadian sesar ini, gempa dan tsunami. Patahan ini pernah menyebabkan gempa dengan magnitude 7,9 SR," ujar Sutopo dalam konferensi pers di Kantor BNPB, Jakarta, Sabtu (29/9/2018).
Pada 30 Januari 1930, gempa terjadi di Pantai Barat Kabupaten Donggala yang menyebabkan tsunami setinggi 8 - 10 meter, 200 korban meninggal dunia, 790 rumah rusak dan seluruh desa di pesisir pantai barat Donggala hampir tenggelam.
Baca Juga
Pada 1 Januari 1996, gempa terjadi di Selat Makasar menyebabkan tsunami yang menyapu pantai barat Kabupaten Donggala dan Toli - Toli.
Tahun yang sama, gempa terjadi di Desa Bangkir, Tonggolobibi dan Donggala menyebabkan tsunami setinggi 3.4 meter, membawa air laut sejauh 300 meter ke daratan. Tercatat 9 orang tewas dan bangunan di Desa Bangkir, Tonggolobibi dan Donggala rusak parah
Pada 11 Oktober 1998, gempa kembali terjadi di Donggala menyebabkan ratusan bangunan rusak parah. Pada 2005 dan 2008 juga terjadi gempa, namun tak menyebabkan banyak korban jiwa. Terakhir kali, gempa terjadi Kabupaten Sigi dan Parigi Montong pada Agustus 2012 yang menyebabkan 8 jiwa meninggal dunia.
Sutopo berujar wilayah Sulawesi Tengah terutama Kota Palu dan Kabupaten Donggala merupakan daerah yang rawan dilanda gempa dan tsunami. Dia mengaku pihaknya telah melakukan mitigasi risiko bencana dengan banyak melakukan sosialisasi dan gladi menghadapi situasi gempa dan tsunami.
"Kesadaran risiko bencana masyarakat Indonesia meningkat setelah tsunami Aceh, tapi ini belum jadi sikap dan perilaku. Kemarin saja setelah gempa masih ada yang aktivitas di pantai," kata Sutopo.
"Gladi harusnya dilakukan tiap tahun supaya orang tidak lupa."
Adapun BNPB saat ini terus berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga serta NGO dalam penanganan darurat gempa, serta melakukan kaji cepat dampak dan penanganan gempa.
Kepala BNPB, Pejabat BNPB dan Tim Reaksi Cepat BNPB saat ini telah menuju Palu dan Donggala menggunakan pesawat khusus dan helikopter.