Kabar24.com, JAKARTA - Putusan Mahkamah Konstitusi tentang ambang batas pemilihan presiden atau Presidential Treshold akan berdampak sejumlah hal.
Selain jumlah calon presiden tidak akan terlalu banyak, putusan tentang PT 20% tersebut juga dapat memunculkan koalisi poltik di tanah air.
Setidaknya, peta politik menjelang Pilpres 2019 bisa terdiri dari tiga kubu yang mungkin terjadi, yakni kubu Jokowi, kubu Prabowo, dan kubu SBY bersama partainya masing-masing.
"Paling tidak, tiga kubu itulah yang akan muncul dan menjadi penentu dinamika Pilpres 2019," ujar pengamat politik Zaenal A Budiyono, Minggu (14/1/2018).
Arah terjadinya pengkubuan pada Pilpres 2019 daoat terbaca dari sekarang. Saat ini, lanjut Zaenal, Gerindra sebagai partainya Prabowo sudah membangun koalisi permanen dengan PKS dan PAN.
Di sisi lain, Jokowi memiliki dukungan dari koalisi pendukung pemerintah.
Baca Juga
Satu simpul ditempati kubu SBY bersama Partai Demokrat.
Zaenal menghitung, koalisi pendukung Jokowi memiliki lebih dari 40% suara.
Gerindra dengan koalisi permanen yang dibangunnya, menjadi salah satu kompetitor kubu Jokowi. Dengan motivasi Gerindra untuk menggolkan Prabowo sebagai Presiden RI, persaingan dua kubu ini diprediksi akan berjalan ketat.
Lantas, di mana posisi kubu SBY?
Menurut Zaenal, sebagai pemegang suara 10 persen, SBY bersama Demokrat bisa menjadi kubu penentu atau penyeimbang.
"Sebagai partai penyeimbang, SBY dan Demokrat bisa menjadi penentu, apakah dia merapat ke kubu Prabowo atau kubu Jokowi," gambar Zaenal tentang oportunity yang dimiliki kubu SBY.
Mungkinkah kubu SBY bergandengan dengan kubu Prabowo?
Zaenal menyebutkan hal itu tidak terlalu terkonfirmasi di masa lalu. Faktanya, saat Prabowo bersama Hatta Rajasa berkompetisi dengan Jokowi-JK pada Pilpres 2014, SBY tidak mutlak memberi dukungan. Padahal seperti diketahui, Hatta Rajasa adalah besan SBY.
Zaenal menggambarkan, saat itu SBY hanya memberikan imbauan, bukan perintah tegas kepada kubunya untuk mendukung Prabowo-Hatta Rajasa secara mutlak.
Fakta lain, di antara kubu SBY juga ada pihak-pihak yang mendukung Jokowi-JK.
“SBY tidak memiliki sejarah koalisi yang sesungguhnya dengan Prabowo, paling mereka hadir bersama macam pada acara makan nasi goreng, tidak lebih,” ujar Zaenal memberi ilustrasi.
Ditambahkan Zaenal, kubu SBY dan kubu Prabowo sudah sama-sama saling membaca dan saling tahu kondisinya masing-masing.
Zaenal menambahkan,kini yang terbaca adalah SBY memperlihatkan kecenderungan untuk berdekatan dengan kubu Jokowi.
Dukungan Demokrat kepada Ganjar Pranowo untuk maju pada Pilgub Jateng menjadi salah satu indikasi.
Meski demikian, Zaenal tidak membantah bahwa kubu SBY memiliki peluang yang besar untuk bergerak dinamis di antara kedua kubu Jokowi dan kubu Prabowo.
Peluang Duet Prabowo-Jokowi
Di sisi lain, Dekan FISIP Universitas Budiluhur Fahlesa Munabari memiliki pandangan berbeda. Ia menegaskan koalisi kubu Jokowi dan kubu Prabowo masih berpeluang terjadi.
“Bagaimana pun peluang koalisi Prabowo dan Jokowi masih belum tertutup dan politik selalu dinamis,” ujarnya.
Saat ini, ujarnya memberi ilustrasi, kubu Prabowo sedang melakukan upaya-upaya penguatan dirinya.
Hal itu, lanjutnya, bisa saja diartikan sebagai upaya untuk meningkatkan daya tawar kepada kubu Jokowi.
Seperti diketahui, belakangan sempat muncul hasil survei yang menyebutkan adanya keinginan agar Jokowi dan Prabowo berduet menjadi pemimpin Indonesia melalui Pilpres 2019.