Kabar24.com, JAKARTA—Persatuan Bangsa Bangsa akhirnya menyatakan tragedi Rohingnya sebagai upaya ethnic cleansing atau pembersihan etnis.
Sekjen PBB menyebutkan situasi Rohingya sebagai sebuah tragedi pembersihan etnis dan pihak berwenang Myanmar harus menghentikan kekerasan di negara bagian Rakhine.
Antonio Guterres mengatakan bahwa pengungsian sekitar sepertiga umat Muslim Rohingya sebagai pembersihan etnis, sekaligus memperingatkan bahwa krisis itu menciptakan ketidakstabilan kawasan.
Dalam keterangan persnya di New York, Guterres meminta pihak berwenang Myanmar menangguhkan aksi militer. Mereka juga harus mengakhiri kekerasan, dan menegakkan hukum serta mengakui hak untuk kembali bagi semua yang sudah meninggalkan negara itu.
Ditanya wartawan apakah warga Rohingya menghadapi pembersihan etnis, dia menjawab, "Ketika sepertiga penduduk Rohingya harus meninggalkan negara, bisakah Anda menemukan kata yang lebih baik untuk menggambarkannya," ujarnya sebagaimana dikutip BBC.com, Kamis (14/9/2017)
Sekitar 380.000 orang Rohingya melarikan diri ke Bangladesh sejak kekerasan marak akhir bulan lalu dan semua desa mereka dilaporkan dibakar habis.
Baca Juga
Sementara itu, Dewan Keamanan PBB menggelar sidang tertutup dan setelahnya langsung mengecam kekerasan di Rakhine dan mendesak harus diambil segera langkah-langkah untuk menghentikannya.
Namun para pejabat Myanmar mengatakan Aung San Suu Kyi, yang menjabat Kanselir Negara, tidak akan menghadiri Sidang Majelis Umum PBB pada Selasa 19 September pekan depan.
Pada hari pertemuan Majelis Umum itu, Suu Kyi rencananya akan menyampaikan pidato di TV menyerukan 'rekonsiliasi nasional dan perdamaian'.