Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rektor UMM: Aksi 212 Sebuah Anomali

Menurutnya, aksi itu anomali bukan karena aksi itu sendiri, melainkan rentetan fenomena yang mengiringinya, yaitu aksi 14 Oktober dan 4 November.
Rektor Universitas Muhammadiyah Malang Fauzan. /repro
Rektor Universitas Muhammadiyah Malang Fauzan. /repro

Kabar24.com, MALANG—Rektor Universitas Muhammadiyah Malang Fauzan menilai rencana aksi demo pada 2 Desember atau 212 tentang dugaan penistaan agama oleh Gubernur Jakarta nonaktif Basuki Tjahaja Purnama itu sebuah anomali.

Menurutnya, aksi itu anomali bukan karena aksi itu sendiri, melainkan rentetan fenomena yang mengiringinya, yaitu aksi 14 Oktober dan 4 November.

“Jika diperhatikan, rentang masing-masing demonstrasi berjarak tak sampai satu bulan, dengan jumlah massa yang demikian besar,” ujarnya di Malang, Rabu (30/11/2016).

Terlebih, jika membandingkan rentetan aksi ini dengan berbagai demonstrasi berskala besar yang pernah terjadi di Indonesia, di antaranya Reformasi 1998, Malari 1974 dan Tritura 1966.

Ketiga demonstrasi bersejarah tersebut turut dipicu faktor ekonomi, sesuatu yang tidak terjadi pada aksi 411 dan 212.

Anomali lainnya, kata dia, aktor gerakan yang saat ini tidak melibatkan mahasiswa. Sekalipun sejumlah eksponen gerakan mahasiswa mengikuti aksi 411 dan 212, mereka bukanlah aktor melainkan hanya menjadi partisipan dan simpatisan saja.

Tuntutan aksi 411 dan 212 juga dinilai sangat khas. Tak ada tendensi politik yang terbuka, karena demostrasi itu dicitrakan sebagai aksi bela Islam melawan penista agama.

Berbeda dengan Reformasi 1998, Malari 1974 dan Tritura 1966, yang secara terbuka menyerukan perlawanan politik.

Sekalipun begitu, Fauzan tetap menilai, rangkaian aksi massa berskala besar dua bulan terakhir ini merupakan bukti bahwa telah terjadi krisis kepemimpinan bangsa.

Menurut dia, rakyat lebih mudah diarahkan oleh para pemimpin opini (opinion leaders) ketimbang pemimpin formal, yaitu penguasa.

Aksi bela Islam perlu menjadi refleksi bagi pemerintah, bukan saja soal isi tuntutan yang disampaikan, tapi lebih-lebih soal sejauh mana kepercayaan rakyat pada pemimpinnya.

Bagi umat Islam, pemimpin itu tak hanya dilihat dari sisi kemampuan manajerial dan pengambilan kebijakannya saja, tapi juga perilaku dan tutur katanya sebagai teladan masyarakat.

Ketiadaan pemimpin idaman membuat masyarakat mudah kecewa. “Tugas pemerintah adalah mengelola kekecewaan itu, dan merubahnya menjadi harapan. Kekecewaan itu tak boleh diabaikan, jika tak ingin menjadi amunisi yang akan melahirkan kekecewaan lebih besar,” ungkapnya.

Dia mengapresiasi langkah Presiden Jokowi yang bersilaturahim dengan tokoh-tokoh organisasi Islam, terutama Muhammadiyah dan NU pasca-411. “Apalagi, sebelumnya terjadi ketegangan akibat pernyataan Jokowi soal adanya aktor politik di balik aksi 411,” paparnya.

Fauzan juga mengapresiasi mediasi Polda Metro Jaya dengan Gerakan Nasional Pengawal Fatwa (GNPF) MUI terkait aksi 212 karena untuk mencairkan ketegangan akibat pernyataan Kapolri Tito Karnavian soal kemungkinan terjadinya makar pada aksi 212.

Bagi dia, silaturrahim dan mediasi menunjukkan bahwa soal menjaga perdamaian, pemerintah dan massa aksi memiliki visi yang sama. “Namun, itu tak berarti bahwa secara politik, mereka berada di haluan yang sama. Mediasi yang dilakukan hanya bisa mengurangi ketegangan, tapi tak bisa menyamakan kepentingan politik,” katanya.(k24)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Penulis : Choirul Anam
Editor : Fatkhul Maskur

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper