Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jumlah Tenaga Pengawas Obat dan Makanan BPOM Harus Ditambah

Menyusul maraknya tingkat peredaran obat-obatan palsu, termasuk vaksin palsu, Anggota Komisi Bidang Kesehatan DPR RI Ahmad Zainuddin menilai perlunya penguatan sistem pengawasan produksi dan distribusi obat dan makanan seluruh Indonesia.

Bisnis.com, JAKARTA-Menyusul maraknya tingkat peredaran obat-obatan palsu, termasuk vaksin palsu, Anggota Komisi Bidang Kesehatan DPR RI Ahmad Zainuddin menilai perlunya penguatan sistem pengawasan produksi dan distribusi obat dan makanan seluruh Indonesia.

Salah satunya dengan menambah jumlah tenaga pengawas dan penyidik di seluruh Balai Besar Pengawasan Obat dan Makanan (POM) di semua provinsi. 

Dalam kunjungan kerjanya bersama Komisi IX DPR ke Sumatera Utara, Rabu (3/8/2016), Zainuddin mengaku terkejut dengan fakta dan data komposisi tenaga pengawas dan penyidik yang tidak proporsional dengan jumlah objek sarana yang diawasi. 
 
"Di Balai Besar POM Sumut hanya ada 15 tenaga pengawas, 10 tenaga penyidik. Seluruh Indonesia ada 520 tenaga pengawas dan penyidik. Seharusnya lebih dari itu," ujar Zainuddin, dalam siaran persnya.
 
Padahal dalam data yang dikutip dari situs resmi BPOM, Zainuddin menyebutkan tenaga pemeriksa dan penyidik Balai Besar POM Sumut sebanyak 45 orang. "Tapi yang lainnya sudah pensiun dan mutasi. Kekosongan ini harus segera diisi," cetusnya. 
 
Sementara total sarana yang diawasi di Sumut mencapai ada 5.811 sarana mencakup rumah sakit, industri Farmasi, industri obat tradisional, industri kosmetika, industri pangan, toko obat, hingga puskesmas, rumah bersalin dan Balai Pengobatan. 
 
Menurut politisi PKS ini, jika jumlah balai dan balai besar POM di seluruh Indonesia berjumlah 33 unit, maka rata-rata setiap balai dan balai besar hanya terdapat 15 orang tenaga pengawas dan penyidik. Sementara satu provinsi saja, objek sarana yang harus diawasi BPOM mencapai ribuan. 
 
"Ini sangat timpang. BPOM harus mengajukan penambahan tenaga pengawas dan penyidiknya kalau ingin memperkuat sistem pengawasan. Wajar saja jika kasus vaksin palsu baru terungkap setelah 13 tahun," jelasnya. 
 
Jika ketimpangan tersebut tidak segera diatasi, menurut Zainuddin, kasus obat  dan vaksin palsu akan terus bermunculan. 
 
"Tahun 2015 di Sumut ditemukan serum palsu yang didistribusi ke beberapa RS di Sumut. Produksi serum tersebut dari provinsi lain. Ini akibat lemahnya pengawasan," ujarnya. 
 
Zainuddin berjanji akan membawa persoalan ini ke Komisi IX pada masa persidangan berikutnya. "Ini juga jadi perhatian kita di DPR. Kami akan mendorong supaya BPOM menambah tenaga pengawas dan penyidiknya," imbuhnya. 
 



Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper