Kabar24.com, JAKARTA— Kapolri Badrodin Haiti mengatakan, ada tiga indikasi pelanggaran pidana yang dilakukan Ketua DPR Setya Novanto atas pertemuannya dengan PT Freeport Indonesia.
Menurut dia, politikus Partai Golkar itu diduga melakukan pencemaran nama baik Presiden Joko Widodo, penipuan, dan korupsi.
“Tapi, kan, tidak mungkin Presiden melaporkan Ketua DPR atas kasus pencemaran nama baik,” kata Badrodin saat dihubungi, Kamis (19/11/2015).
Setya Novanto mencatut nama Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla saat bertemu petinggi PT Freeport Indonesia pada 8 Juni 2015. Dalam pertemuan ketiga yang digelar di Pacific Place di kawasan SCBD, Sudirman, Jakarta, Setya menjanjikan bisa memperpanjang kontrak Freeport di Indonesia yang akan berakhir pada 2021 itu dengan mulus.
Sebagai imbalannya, dia meminta 20% saham yang akan dibagikan kepada Presiden Joko Widodo sebanyak 11% dan kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla sebanyak 9%.
Untuk dia, Setya meminta jatah 49% saham proyek Pembangkit Listrik Tenaga Air Urumuka di Paniai, Papua.
Menurut Badrodin, Setya dapat diperiksa terkait dengan penipuan, jika Freeport merasa dirugikan, dan melaporkannya ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri.
Namun, jika tidak ada laporan soal kerugian itu, Badrodin mengatakan kepolisian tidak dapat menindaklanjuti kasus tersebut.
“Ya, dari mana kami mau tindak lanjuti? Harus ada yang merasa dirugikan dulu,” ujarnya. Terkait dengan dugaan korupsi, Setya dapat dijerat karena memberi janji dapat memperpanjang kontrak Freeport di Indonesia dengan adanya syarat imbalan.
“Tapi kami belum tahu apa isi rekaman tersebut. Apa saja yang dibicarakan.”
Badrodin mengatakan, meski kasus Setya Novanto ditangani Mahkamah Kehormatan DPR, unsur pidana yang bisa menjeratnya tak bisa dihapuskan. Namun, penyelidikan oleh Mabes Polri tetap harus berdasarkan pelaporan dan alat bukti.
“Karena ini delik aduan, harus ada yang melaporkan dulu,” tuturnya.