Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

DPR Jangan Paksakan Kehendak Pada KPU

Ketua DPP Partai Golkar, Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan ada pemaksaan kehendaknya terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) melalui Komisi II DPR.
Ketua KPU Husni Kamil Manik (kanan) bersama Menko Polhukam Tedjo Edhi menghadiri Rapat Kerja Persiapan Pilkada Serentak 2015 yang diselenggarakan oleh Kemendagri di Balai Kartini, Jakarta, Senin (4/5/2015)./Antara-Wahyu Putro A
Ketua KPU Husni Kamil Manik (kanan) bersama Menko Polhukam Tedjo Edhi menghadiri Rapat Kerja Persiapan Pilkada Serentak 2015 yang diselenggarakan oleh Kemendagri di Balai Kartini, Jakarta, Senin (4/5/2015)./Antara-Wahyu Putro A

Bisnis.com, JAKARTA--Ketua DPP Partai Golkar, Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan ada pemaksaan kehendaknya terhadap Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) melalui Komisi II DPR.

Pemaksaan kehendak itu, ujarnya, dilakukan ketika  KPU mematuhi Undang-undang (UU) bahwa partai politik yang berhak mengikuti pilkada adalah yang disahkan oleh Kementerian Hukum dan HAM.

“Pemaksaan kehendak oleh Komisi II DPR terhadap PKPU adalah dengan  merencanakan revisi atas UU Parpol dan UU Pilkada hanya karena KPU tidak mau tunduk," kata Agun kepada wartawan, Rabu (6/5/2015). Agun pun menilai, pemaksaan kehendak itu wujud arogansi DPR yang sudah berlangsung sejak beberapa waktu belakangan.

Bentuk arogansi tersebut antara lain berawal dari pemaksaan pemilihan pimpinan dewan, pembentukan alat-alat kelengkapan dewan. Begitu juga dengan perubahan UU MD3 dengan menambahkan keputusan komisi bersifat mengikat, tanpa mengindahkan UUD 1945 dan UU lainnya.

"Mereka memaksakan kehendak berdasarkan suara semata, seperti yang dipertontonkan kepada publik selama ini. Arogansi kekuasaan harus segera dihentikan,” ujarnya. Dia mengatakan DPR harus mengedepankan semangat kebersamaan dengan mengacu pada nilai-nilai objektivitas, kejujuran dan kehendak rakyat yang diwakilinya.

Sementara itu, pengamat politik dari Universitas Jayabaya, Lely Arrianie mengatakan bahwa seharusnya KPU sejak awal berpedoman pada UU, yakni partai yang sah dan berhak ikut pilkada adalah yang terdaftar di Kementerian Hukum dan HAM.

Namun, KPU justru memperlakukan lain partai bersengketa, yakni dengan mengacu pada putusan pengadilan yang inkracht atau bersifat tetap.

"KPU seharusnya berpedoman pada aturan yang sah, artinya bahwa partai yang dianggap sah adalah yang diakui pemerintah. Harusnya selesai di sana," ujar Lely.

Di sisi lain, Lely menyebut rencana satu kelompok tertentu di DPR RI merevisi UU Parpol dan UU Pilkada sebagai dasar kepentingan individu dan kelompok.

"Jadi jangan anggap masyarakat ini terus-menerus bodoh dan bisa dibodohi. Bila secara internal partai apa yang diputuskan mahkamah partai masih menjadi silang sengketa bukan berarti jalan keluarnya adakah merevisi undang-undang," ujarnya.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel


Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper