Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Yudisial mengusulkan adanya sinkronisasi dalam revisi Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (UU KUHAP) berkenaan aturan penyadapan di luar penegakan hukum pidana.
Ketua Komisi Yudisial Amzulian Rifai mengatakan hingga kini materi penyadapan masih belum diatur dalam KUHAP tetapi tersebar di Undang-Undang tentang Informasi dan Transaksi Elektornik (UU ITE) dan Undang-Undang tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Merujuk ketentuan dua beleid tersebut, Amzulian berujar upaya penyadapan dimungkinkan dalam rangka penyelidikan ataupun penyidikan dalam penegakan hukum pidana.
“Selain untuk kepentingan penegakan hukum, rupanya penyadapan juga mendapatkan peluang penggunaannya untuk kepentingan penegakan disiplin dan pelanggaran etik,” ujarnya dalam rapat bersama Komisi III DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (10/2/2025).
Menurutnya, Undang-Undang tentang Komisi Yudisial (UU KY) juga sebenarnya memasukkan aturan soal penyadapan. Namun, dalam praktiknya tak bisa diimplementasikan karena Komisi Yudisial bukan lembaga penegak hukum, melainkan lembaga yang bertugas mengawasi hakim.
“Pelaksanaan ketentuan [penyadapam] ini belum dapat terwujud. Mengingat ketidakselarasan aturan yang digunakan sebagai landasan. Aparat penegak hukum bersikuku bahwa kegiatan penyadapan hanya bertujuan untuk kepentingan penegakan hukum,” katanya.
Baca Juga
Sementara itu, kepentingan yang ada dalam aturan UU KY semata digunakan untuk membuktikan dugaan pelanggaran kode etik atau pedoman yang berlaku pada hakim.
Oleh karena itu, pihaknya mengusulkan agar dalam perubahan KUHAP perlu mempertegas ketentuan lain yang tak sinkron dengan aturan yang ada dalam KUHAP.
“Utamanya terkait dengan pengaturan mengenai penyadapan dan pemanggilan paksa diluar kepentingan penegakan hukum pidana. Perlunya hal ini diatur secara tegas agar tidak menimbulkan kebingungan bagi masyarakat terkait aturan yang tidak selaras satu sama lainnya,” tutur Amzulian.