Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Beda Strategi di 100 Hari: Prabowo Pilih Efisiensi, Jokowi Pangkas Subsidi

Prabowo terus melakukan langkah konsolidasi untuk mengefisienkan anggaran demi program yang telah dijanjikan selama kampanye.
Presiden Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 RI Jokowi bersantap di salah satu angkringan di kota Solo, Jawa Tengah pada Minggu (3/11/2024). Foto: Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden
Presiden Prabowo Subianto dan Presiden ke-7 RI Jokowi bersantap di salah satu angkringan di kota Solo, Jawa Tengah pada Minggu (3/11/2024). Foto: Rusman - Biro Pers Sekretariat Presiden

Bisnis.com, JAKARTA -- Setiap presiden memiliki strategi untuk membiayai program dan target-target yang telah dijanjikan selama kampanye. Presiden Prabowo Subianto misalnya, telah mengeluarkan instruksi berisi anjuran efisiensi anggaran besar-besaran. Tidak tanggung-tanggung nilainya lebih dari Rp306 triliun.

Langkah penghematan ala Prabowo itu dilakukan di tengah ruang fiskal yang masih terbatas. Rasio utang tembus di angka 39%. Sementara itu rasio pajak stagnan di kisaran angka 10%.

Adapun sasaran efisensi anggaran Prabowo adalah sejumlah pengeluaran belanja di kementerian atau lembaga hingga dana transfer bagi pemerintah daerah (pemda).

Dikutip melalui Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi Belanja dalam Pelaksanaan APBN dan APBD 2025 terdapat dua sumber utama pemangkasan tersebut.

Dalam beleid yang diteken Prabowo pada 22 Januari 2025 ini, Kepala Negara bakal memangkas anggaran belanja kementerian/lembaga (K/L) senilai Rp256,1 triliun. 

Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka
Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka

Prabowo juga memotong alokasi dana transfer ke daerah (TKD) sebesar Rp50,59 triliun. Dia juga menginstruksikan para menteri dan kepala lembaga di Kabinet Merah Putih agar segera mengidentifikasi pos-pos yang bisa ditekan. Meski begitu, efisiensi anggaran tidak termasuk untuk belanja pegawai dan bantuan sosial (bansos).

"Identifikasi rencana efisiensi sebagaimana dimaksud pada angka 1, meliputi belanja operasional dan non-operasional. Sekurang-kurangnya terdiri atas belanja operasional perkantoran, belanja pemeliharaan, perjalanan dinas, bantuan pemerintah, pembangunan infrastruktur, serta pengadaan peralatan dan mesin," demikian bunyi beleid ketiga poin kedua, dikutip Kamis (23/1/2025).

Nantinya, setiap pejabat pemerintahan harus segera menyampaikan hasil identifikasi rencana efisiensi anggaran kepada mitra komisi Dewan Perwakilan rakyat (DPR) untuk mendapat persetujuan.

Prabowo menginginkan apabila sudah mendapat persetujuan DPR RI, maka pembantunya di kabinet merah putih itu segera melapor kepada Menteri Keuangan Sri Mulyani, paling lambat 14 Februari 2025. 

Tujuannya, Bendahara Negara itu akan bakal memblokir pos anggaran yang dihemat K/L. Sedangkan, kepala daerah diminta untuk menyesuaikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025. Ini sebagai imbas dari dana TKD sebesar Rp50,59 triliun yang dipangkas Prabowo.

"Memfokuskan alokasi anggaran belanja pada target kinerja pelayanan publik serta tidak berdasarkan pemerataan antar-perangkat daerah atau berdasarkan alokasi anggaran belanja pada tahun anggaran sebelumnya," demikian bunyi beleid ketujuh butir kelima.

Jokowi Pangkas Subsidi 

Langkah konsolidasi fiskal Prabowo  sejatinya juga dilakukan oleh Presiden ke Joko Widodo alias Jokowi. Pada awal pemerintahannya pada tahun 2015 lalu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) berani mengambil kebijakan tidak populis. Belanja subsidi energi dipangkas kemudian dialihkan ke sektor-sektor yang lebih produktif untuk pembangunan infrastruktur dan program lainnya.

Dalam catatan Bisnis, pada tahun 2015, sejak memegang tampuk kekuasaan, Jokowi awalnya tidak ingin mengulangi kebijakan subsidi pendahulunya. Subsidi diupayakan tepat sasaran. Jatah subsidi energi juga dipangkas. Tahun 2015 subsidi energi hanya dialokasikan sebesar Rp119,1 triliun.

Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan APBN terakhir Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pada 2014 yang tercatat menggelontorkan Rp341,8 triliun untuk subsidi energi. Alokasi anggaran itu terdiri dari Rp240 triliun untuk subsidi BBM dan LPG serta subsidi listrik senilai Rp101,8 triliun.

Jika dikalkulasikan, anggaran subsidi energi tahun 2014 setara dengan 3,2 persen dari produk domestik bruto (PDB) Indonesia yang pada tahun itu mencapai Rp10.542,7 triliun. Angka ini berbanding terbalik dengan anggaran infrastuktur tahun 2014 yang hanya sebesar Rp178 triliun. 

Presiden ke 7 Joko Widodo (Jokowi)
Presiden ke 7 Joko Widodo (Jokowi)

Pemangkasan anggaran subsidi pada awal pemerintahan Jokowi semula dilakukan untuk memberikan ruang fiskal yang lebih lebar untuk kepentingan pembangunan infrastruktur. Tujuannya, uang yang semula habis dibakar untuk subsidi BBM dan tetek bengeknya itu, dialirkan untuk kepentingan infrastruktur. Pada tahun 2015, anggaran infrastuktur bahkan berhasil tembus di angka Rp290 triliun.

Tren pemangkasan anggaran subsidi negeri terus berlanjut pada tahun 2016. Saat itu pemerintah hanya mengalokasikan anggaran subsidi energi sebesar Rp106,8 triliun. Namun demikian, untuk anggaran infrastruktur angkanya naik menjadi Rp313,5 triliun. Kebijakan pemangkasan anggaran subsidi energi terus berlangsung pada tahun 2017.

Pada tahun 2017, pemerintah menggelontorkan anggaran subsidi energi sebesar Rp97,6 triliun. Rata-rata subsidi energi tahun 2015-2017 menunjukkan adanya penurunan rata-rata sebesar 9,5 persen. Sementara anggaran infrasturktur terus meroket, pada waktu itu pemerintah mengalokasikan anggaran senilai Rp400,9 triliun.

Kebijakan pemangkasan subsidi energi berhenti pada tahun 2018. Pasalnya pada waktu itu, APBN mengalami turbulensi karena melonjaknya Indonesia crude price atau ICP yang diluar ekspektasi APBN. Akibatnya anggaran subsidi energi bengkak dari Rp97,6 triliun pada tahun 2017, menjadi Rp153,5 triliun pada tahun 2018.

Meski anggaran subsidi energi naik, hal itu tidak mempengaruhi alokasi belanja infrastruktur yang justru naik menjadi Rp410,4 triliun.

Anggaran subsidi berangsur turun pada tahun 2019 menjadi Rp136,9 triliun pada 2019 dan pada tahun 2020 menjadi Rp125,3 triliun. Pada dua tahun tersebut alokasi anggaran infrastruktur tercatat sebesar Rp415 triliun dan Rp423,3 triliun.

Pada tahun 2021 seiring dengan berlakunya APBN pandemi Covid-19, pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi energi sebesar Rp110,5 triliun. Namun angka subsidi energi kembali naik pada tahun 2022 dengan alokasi sebesar Rp134 triliun. Realisasi subsidi energi pada tahun 2022 bahkan membengkak di atas Rp200 triliun menyusul kenaikan tren harga minyak mentah global.

Setali tiga uang, untuk mengantisipasi fenomena tahun 2022 terulang, pemerintah mengalokasikan belanja subsidi energi pada tahun 2023 sebesar Rp211,9 triliun atau hampir mendekati jumlah subsidi energi yang digelontorkan oleh SBY pada akhir pemerintahannya sebesar Rp240 triliun.

Tahun 2024, di tengah ketidakpastian global dan harga minyak yang cenderung fluktuatif pemerintah mengalokasikan anggaran subsidi energi sebanyak Rp185,8 triliun atau turun dibandingkan alokasi tahun 2023. Ada sejumlah pertimbangan yang membuat penurunan alokasi anggaran tersebut. 

Pertama, tingginya harga komoditas yang menyebabkan meningkatnya kebutuhan subsidi energi. Kedua, LPG tabung 3 kg dan solar masih didistribusikan secara terbuka. Ketiga, validitas data masyarakat yang berhak menerima subsidi belum akurat. Keempat,  kebutuhan anggaran yang meningkat seiring dengan komitmen pemerintah dalam memberikan dukungan kepada EBT.

Pengamat Mengkritisi 

Lembaga think-tank Center of Economic and Law Studies alias Celios mengkritisi instruksi Presiden Prabowo Subianto untuk menghemat belanja pemerintah hingga Rp306,69 triliun karena hanya menunjukkan inkonsistensi dan tebang pilih.

Direktur Kebijakan Publik Celios Media Wahyudi Askar menilai penghematan belanja pemerintah merupakan langkah yang tidak perlu diambil apabila dari awal Prabowo membentuk kabinet yang ramping sehingga lebih efisien anggaran.

Masalahnya, Prabowo malah membentuk Kabinet Merah Putih yang super jumbo. Setidaknya Ada 136 pejabat negara yang menempati posisi menteri, wakil menteri, kepala lembaga/badan, serta utusan khusus presiden di Kabinet Merah Putih.

Riset Celios mendapati bahwa belanja pemerintah berpotensi bengkak hingga Rp1,95 triliun untuk lima tahun ke depan akibat kabinet gemuk tersebut.

Pembengkakan tersebut hanya berasal dari kenaikan anggaran untuk biaya gaji dan operasional para menteri dan wakil menteri senilai Rp389,4 miliar per tahun. Estimasi perhitungan Celios belum termasuk beban belanja barang yang timbul akibat pembangunan fasilitas kantor/gedung lembaga baru.

Singkatnya, Media menyebut penghematan belanja pemerintah sebesar Rp306,69 triliun yang diinstruksikan itu menunjukkan langkah yang tidak konsisten.

"Pemerintah terlihat hemat di bawah tapi boros di atas," ujar Media kepada Bisnis, Senin (27/1/2025).

Dia juga menilai Prabowo terkesan kompromistis. Media mencontohkan, anggaran untuk birokrasi kementerian justru besar akibat banyaknya pos baru dalam kabinet.

Selain itu, sambungnya, proyek atau program ambisius seperti Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara maupun insentif untuk proyek strategis nasional (PSN) yang tidak ada urgensinya seperti PIK2 tidak masuk dalam sasaran pemangkasan.

Media khawatir apabila efisiensi tidak dirancang secara hati-hati maka program perlindungan sosial seperti bantuan tunai, subsidi energi, dan program pengentasan kemiskinan bisa ikut terpangkas.

"Ini berbahaya, terutama di tengah meningkatnya kesenjangan dan dampak ekonomi global seperti kenaikan harga pangan atau energi," jelasnya.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Akbar Evandio
Editor : Edi Suwiknyo
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper