Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto batal memenuhi panggilan pemeriksaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai tersangka pada kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024, Senin (6/1/2025).
Tim penyidik KPK telah mengonfirmasi adanya surat pemberitahuan dari Hasto bahwa ada kegiatan yang tidak bisa dia tinggalkan pada hari ini.
"Penyidik menginfokan bahwa Sdr. HK mengirimkan surat pemberitahuan ketidakhadiran dikarenakan ada kegiatan yang tidak bisa ditinggalkan," ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan melalui keterangan tertulis, Senin (6/1/2025).
Ke depan, terang Tessa, tim penyidik akan menjadwalkan ulang pemanggilan terhadap Hasto Kristiyanto.
Adapun, penyidik KPK hari ini turut menjadwalkan pemeriksaan terhadap dua orang mantan terpidana kasus suap penetapan anggota DPR periode sebelumnya, yaitu Wahyu Setiawan dan Agustina Tio F.
Berdasarkan catatan Bisnis, Wahyu merupakan mantan anggota KPU dan Agustina mantan anggota Bawaslu. Keduanya telah dijatuhi hukuman pidana sebagaimana putusan pengadilan berkekuatan hukum tetap lantaran terbukti menerima suap dari Harun Masiku dan Saeful Bahri.
Baca Juga
Kini, dari empat orang tersangka pertama pada kasus itu sejak 2020, hanya Harun yang belum dibawa ke proses hukum.
Kini, KPK telah menambah daftar tersangka pada kasus tersebut. Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto dan advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah ditetapkan sebagai tersangka pemberi suap penetapan anggota DPR periode lalu, kepada Wahyu Setiawan.
Selain tersangka suap, KPK turut menetapkan Hasto sebagai tersangka dugaan perintangan penyidikan.
Sebelumnya, penetapan Hasto sebagai tersangka disetujui pada rapat expose yang dihadiri oleh pimpinan dan pejabat struktural Kedeputian Penindakan dan Eksekusi KPK, Desember 2024 lalu. Expose itu digelar tidak lama setelah pimpinan KPK Jilid VI mulai menjabat.
Ketua KPK Setyo Budiyanto mengumumkan status Hasto sebagai tersangka, Selasa (14/12/2024). Pada kasus suap, KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan Sprindik No.153/DIK.00/01/12/2024 di mana terdapat dugaan Hasto dan Donny bersama-sama dengan Harun Masiku melakukan penyuapan terhadap anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan.
"Penyidik menemukan adanya bukti keterlibatan saudara HK [Hasto] yang bersangkutan selaku Sekjen PDI Perjungan dan Saudara DTI [Donny] selaku orang kepercayaan Saudara HK dalam perkara dimaksud," ujar Setyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta.
Selain kasus suap terhadap Wahyu Setiawan, Hasto turut ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan perintangan penyidikan.
Hasto diduga dengan sengaja mencegah, merintangi dan menggagalkan secara langsung dan tidak langsung proses penyidikan. Di antaranya, yakni menyuruh Harun Masiku pada 2020 untuk menenggelamkan ponselnya ketika adanya operasi tangkap tangan (OTT).
"Bahwa pada 8 Januari 2020 pada saat proses tangkap tangan oleh KPK, Saudara HK memerintahkan salah satu pegawainya di Jalan Sutan Syahrir untuk menelpon kepada HM dan memerintahkan supaya merendam Hape ke dalam air dan melarikan diri," papar Setyo.
Adapun, PDIP menilai penetapan Hasto sebagai tersangka oleh KPK pada kasus Harun Masiku merupakan teror dan kriminalisasi.
Pada konferensi pers, Selasa (24/12/2024), Ketua DPP PDIP Ronny Talapessy menyebut penetapan Hasto sebagai tersangka membuktikan informasi yang beredar lama. Menurutnya, Hasto mulai dipanggil lagi oleh penyidik KPK pada kasus tersebut pada sekitar masa-masa Pemilu.
Khususnya, terang Ronny, ketika kontroversi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No.90/PUU-XXI/2023 terkait dengan batas usia pencalonan di Pilpres serta masa-masa pascapemilu. Dia menyebut Hasto merupakan salah satu pihak yang kritis terhadap kontroversi pada Pemilu 2024 itu.
"Kami menduga memang kasus ini lebih terlihat seperti teror terhadap Sekjen DPP PDI Perjuangan. Dan keseluruhan proses ini sangat kental aroma politisasi hukum dan kriminalisasi," ujarnya di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Selasa (24/12/2024).
Berdasarkan catatan Bisnis, kasus suap tersebut telah dimulai penyidikannya sejka 2020 lalu. Pada saat itu, KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT).
Dengan alat bukti yang diperoleh, KPK menetapkan empat orang tersangka yakni Harun Masiku dan Saeful Bahri selaku pemberi suap, serta Wahyu Setiawan dan mantan anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina selaku penerima suap.
Namun, sampai dengan saat ini, hanya Harun yang belum dibawa ke proses hukum karena masih berstatus buron.