Bisnis.com, JAKARTA — Suasana di dua ruas jalan utama jantung Ibu Kota, Jalan Jenderal Sudirman dan Jalan MH Thamrin, tampak lebih ramai dari biasanya pada Sabtu (19/10/2024) jelang pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih periode 2024-2029.
Lalu lintasnya sebenarnya biasa saja, sebab pada malam-malam minggu lain pun kondisinya kerap kali padat-merayap juga. Keramaian dimaksud, konteksnya lebih kepada suasana tepian jalan, tempat titik-titik Pesta Rakyat yang akan terselenggara beriringan dengan momen pelantikan Prabowo-Gibran pada Minggu (20/10/2024) nanti.
Akan ada 13 titik panggung yang tersebar khusus di ruas jalan Sudirman-Thamrin sampai kawasan Monas. Pada setiap titik itu pula terlihat jajaran Satpol PP dan polisi, kendaraan pengangkut peralatan beserta awak panggung, hingga gerombolan kru tata suara.
Ada juga deretan panjang ojek daring (ojol) yang memangkal, sedang menanti kalau-kalau ada pesanan dadakan dari orang-orang pengurus panggung yang tiba-tiba muncul di notifikasi ponselnya.
"Banyak yang minta antar makanan, mas. Tadi di panggung lain juga sama. Lumayan, buat tambah-tambah operasional hari ini," ujar Rizky, salah satu pengemudi ojol yang Bisnis temui secara acak pada Sabtu (19/10/2024) malam hari.
Pasalnya, mulai dari para kru yang sekadar mengobrol di tepi jalan, memanjat tiang untuk memasang lampu sorot, mempersiapkan prakarya, sampai cek suara instrumen musik pengiring para penampil esok hari, semuanya masih aktif bergumul sampai tengah malam.
Baca Juga
Namun, ada hal lain yang tampak mencolok dan membuat tepi ruas jalan utama DKI Jakarta itu makin berbeda dari biasanya, yakni begitu banyaknya baliho dengan narasi 'Terima Kasih Jokowi' dan 'Selamat Bekerja Prabowo-Gibran', lengkap dengan foto ketiganya. Terlihat ganjil, sebab mayoritas spanduk itu memang tidak menyebut Wakil Presiden RI Ma'ruf Amin sama sekali.
Spanduk bernada serupa kebanyakan berasal dari Projo, baik yang dibentangkan dengan bingkai bambu atau diikat pada dua batang pohon, semuanya berukuran menonjol dan konsisten selalu muncul setiap beberapa meter sekali. Alhasil, spanduk ucapan dari organisasi lain pun tampak inferior, paling-paling seperti menyempil di tengah-tengahnya saja.
Tak pelak, malam terakhir era Jokowi ini pun begitu kontras dengan malam lain di tempat yang sama sekitar 5 tahun lalu. Kala itu, pecah kerusuhan selepas pengumuman hasil pemilu 2019. Ruas jalan ini dipenuhi gas air mata di tengah orang-orang yang melempari polisi dengan batu, dari sekitar Patung Kuda sampai kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).
Alhasil, bahwa 5 tahun kemudian di tempat yang sama akan ada foto Jokowi dengan Prabowo bersanding begitu kompaknya dalam satu bingkai pun tak pernah terbayangkan bakal terjadi pada saat itu.
Selain baliho, salah satu yang juga menarik mata adalah seni mural jumbo berukuran 10 m x 2,5 m yang bertengger di kawasan panggung dekat Stasiun MRT Setiabudi Astra. Rencananya akan ada gambar bertema transisi pemerintahan. Kalau yang ini, akan ada nama dan karikatur wajah Ma'ruf Amin juga.
Ketika Bisnis temui, progres mural ini baru sekitar 20%. Karikaturnya pun masih berupa sketsa. Sebanyak 4 orang anggota Komunitas Mural Jakarta yang menggarap mural ini akan begadang semalaman untuk menyelesaikan beberapa bagian, lantas dilanjut dengan live performance ketika Pesta Rakyat berlangsung pagi harinya.
Ruru, Pendiri Mural Jakarta, bahkan menyebut ada kemungkinan presiden dan wakil presiden terpilih akan mampir berkunjung untuk melihat timnya bekerja melanjutkan mural itu.
"Karena mural seukuran ini biasanya baru bisa selesai sekitar 3 hari. Padahal, baru subuh tadi desain kami disetujui. Jadi ini semacam tantangan buat kami juga, apakah bisa menyelesaikannya cuma seharian," jelas Ruru ketika ditemui Bisnis.
Ruru menggambarkan bahwa desain mural ini akan dibalut dengan nuansa budaya wilayah Kalimantan. Apakah menggambarkan Ibu Kota Nusantara (IKN), Ruru juga tak tahu pasti. Sesuai permintaan klien saja, katanya.
Alhasil, desain yang tengah digarapnya itu nantinya akan memiliki corak batik khas wilayah Kalimantan, dilengkapi gambaran Burung Garuda yang melambangkan kekuatan sekaligus lambang negara.
Menariknya, perbincangan kami berlangsung cukup lama, sampai-sampai berujung pada esensi seni mural dan grafiti sebagai salah satu alat kritik sosial, sampai bagaimana sikap seniman terhadap berjalannya pemerintahan.
"Seniman harus siap netral. Kalau ada yang bisa dikritik, kami akan pakai ini [seni mural] sebagai medium kami. Tapi kalau sedang diminta bekerja secara profesional, tentu kami akan membuatnya sebaik yang kami bisa, mengekspresikan apa-apa saja harapan dan spektrum sikap yang mau klien sampaikan kepada masyarakat, penikmat karya yang melihat," ungkapnya.
Melihat Ruru, Rizki, dan ratusan orang-orang yang masih beraktivitas sampai tengah malam hari, entah kenapa idiom 'kerja, kerja, kerja' yang kerap diungkap Jokowi dalam kampanyenya dulu, rasanya seperti bergema lagi di sepanjang ruas jalan ini.