Bisnis.com, JAKARTA -- Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa Direktur Utama PT Waskita Beton Precast (WSBP) FX Poerbayu Ratsunu dalam kasus dugaan korupsi Tol Jakarta-Cikampek II Elevated Ruas Cikunir-Karawang Barat atau jalan tol layang MBZ.
Kapuspenkum Kejagung Harli Siregar mengatakan pemeriksaan Poerbayu Ratsunu berkaitan dengan tersangka Dono Parwoto (DP), selaku kuasa Kerja Sama Operasi (KSO) PT Waskita Acset.
"Kan di Japek [tol MBZ] ada tersangka baru, DP. Nah itu, [pemeriksaan] untuk DP," kata Harli di kantornya Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (2/10/2024) malam.
Harli menambahkan, hingga saat ini pihaknya masih melakukan pendalaman untuk memastikan keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan korupsi tol layang MBZ.
Di samping itu, Kejagung mengatakan pemeriksaan juga dilakukan untuk melengkapi berkas perkara tersangka Dono Parwoto.
"Ini kan tersangkanya DP, jadi semua diperiksa akan diarahkan kepada yang terkait perbuatan DP-nya kan. Setiap perkembangan itu akan dilihat, tapi khusus ini DP dulu karena sudah tersangka," pungkasnya.
Baca Juga
Selain Purbayu, ada juga eks pejabat Waskita yang telah diperiksa oleh Kejagung, yakni Dhetik Ariyanto selaku Production & Equipment Manager Engineering Procurement & Construction Division PT Waskita Karya Periode 2020-2021.
Dhetik diperiksa dengan PY selaku Direktur Lalu Lintas Jalan Dirjen Perhubungan Darat pada Kemenhub periode 2018-2020 dan enam saksi lainnya.
Sebagai informasi, Kejagung menetapkan Dono sebagai tersangka pada Selasa (6/8/2024). Dono menjadi tersangka usai penyidik menemukan fakta baru pada persidangan terdakwa sebelumnya.
Keempat terdakwa yang terseret kasus dugaan korupsi tol MBZ, yakni mantan Direktur Utama PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) Djoko Dwijono alias DD dan Ketua panitia lelang di PT JJC Yudhi Mahyudin selama tiga tahun pidana dan denda Rp250 juta.
Sementara itu, eks Direktur Operasional II PT Bukaka Teknik Utama Sofiah Balfas dan team leader konsultan perencana PT LAPI Ganesatama Consulting dan pemilik PT Delta Global Struktur Tony Budianto Sihite divonis empat tahun pidana dengan denda Rp250 juta.
Berdasarkan perannya, Dono diduga melakukan persekongkolan dengan sejumlah pihak untuk mengurangi volume pada basic design tanpa melalui kajian yang ada. Atas perbuatannya, negara mengalami kerugian sebesar Rp510 miliar.