Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Korea Selatan Segera Menerapkan 4 Hari Kerja Seminggu untuk Kurangi Stres

Pemerintah Korea Selatan sedang dalam tahap menerapkan aturan baru jam kerja, di mana karyawan hanya masuk 4 hari seminggu.
Warga Korea Selatan berjalan di kawasan Myeong-dong, Seoul/Bisnis-Annisa S. Rini
Warga Korea Selatan berjalan di kawasan Myeong-dong, Seoul/Bisnis-Annisa S. Rini

Bisnis.com, JAKARTA - Para pekerja di salah satu provinsi di Korea Selatan, tepatnya di Gyonggi, akan menerapkan 4 hari kerja dalam seminggu.

Penerapan ini dilakukan oleh perusahaan, sejalan dengan pengurangan jumlah pekerjanya pada tahun depan.

Pekerja di lebih dari 50 organisasi di Provinsi Gyeonggi akan dapat memilih empat hari seminggu setiap dua minggu atau mempersingkat jam kerja setiap minggunya, menurut laporan Kantor Berita Yonhap.

Para pendukung empat hari kerja dalam seminggu mengatakan hal ini mengurangi stres dan kelelahan tanpa menimbulkan dampak signifikan terhadap produktivitas.

Pemerintahan Partai Buruh yang baru di Inggris juga sedang menjajaki penguatan hak atas empat hari kerja dalam seminggu, The Telegraph melaporkan, setelah sebuah uji coba menemukan “sejumlah manfaat dalam kesejahteraan karyawan.”

Mengutip The Korea Time, diskusi mengenai undang-undang reformasi ketenagakerjaan yang melibatkan kebijakan 4 hari kerja dalam seminggu di Korea Selatan akan dimulai dalam waktu dekat.

Adapun Dewan Ekonomi, Sosial dan Perburuhan Kepresidenan telah membentuk sebuah komite mengenai keseimbangan kehidupan kerja untuk melanjutkan diskusi ini.

Diketahui, Korea Selatan merupakan salah satu negara dengan jumlah rata-rata jam kerja tahunan tertinggi di dunia.

Pada akhir tahun 2023, pemerintah negara tersebut bahkan mengajukan proposal untuk memperpanjang jam kerja maksimum dalam seminggu menjadi 69 jam, yang pada akhirnya membatalkan rencana tersebut setelah didemo karena alasan memengaruhi kesejahteraan dan keseimbangan kehidupan kerja mereka.

Sebagian dari pengambilan keputusan mengenai pengurangan jam kerja mungkin disebabkan oleh rendahnya tingkat kesuburan dan menyusutnya populasi di negara tersebut, yang banyak disalahartikan sebagai budaya kerja yang mendorong perempuan untuk memilih antara membangun keluarga atau karier.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper