Bisnis.com, JAKARTA - PDI Perjuangan (PDIP) mengusung pasangan Tri Rismaharini atau Risma dengan KH Zahrul Azhar Asad atau yang akrab disapa Gus Hans di Pemilihan Gubernur alias Pilgub Jawa Timur.
Risma dan Gus Hans dijadwalkan akan mendaftarkan secara resmi ke KPU Jawa Timur (Jatim) pada hari ini, Kamis (29/8/2024).
"Hari ini pasangan Risma-Gus Hans akan kami daftarkan secara resmi di KPUD Jawa Timur. Insyaallah pasangan Risma dan Gus Hans akan membawa pemerintahan di Jawa Timur lebih bisa dipercaya rakyat,” jelas Said, dikutip dari keterangan resmi, Kamis (29/8/2024)
Said menuturkan bahwa kedua pasangan tersebut mewakili corak kultural di Jatim. Risma merepresengasikan nasionalis dan Gus Hans mewakili santri.
Selain itu, dikatakan juga bahwa Risma merupakan figur yang memiliki sepak terjang tinggi dalam karier jabatan publik. Gus Hans juga dinilai mewakili intelektualitas.
“Jadi mereka berdua pasangan yang saling melengkapi”, ujar Said.
Baca Juga
Said juga berpendapat agar pasangan tersebut dapat dipercaya rakyat lebih lagi. Ia juga merasa miris lantaran wilayah Jatim yang berbasis santri, namun pemerintahannya ‘di obok-obok’ Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kalau pemerintahannya tidak amanah, dan tidak jujur, sulit Jawa Timur bisa lebih maju. Risma; Gus Hans akan resik resik kotoran di pemerintahan”, jelas Said.
Pola Abangan dan Santri
Khusus di Jawa Timur, PDIP berupaya memadukan dua kekuatan politik utama di wilayah tersebut yakni abangan dan santri. Pola ini sering dilakukan pada konstestasi politik di daerah-daerah strategis. Pada Pilkada 2018 lalu misalnya, PDIP mengusung pasangan Ganjar Pranowo-Taj Yasin Maimoen di Pilkada Jateng.
Ganjar merepresentasikan abangan dari PDIP dan Taj Yasin berasal dari kalangan santri. Pola itu berlanjut pada Pilpres 2019 dan Pilpres 2024. Pada pilpres 2019, PDIP mengusung Jokowi yang nasionalis dan KH Ma'ruf Amin yang dikenal luas sebagai tokoh Nahdlatul Ulama.
Sementara itu, pada Pilpres 2024, PDIP kembali mengulang pola tersebut dengan memadukan Ganjar Pranowo yang nasionalis (abangan) dengan Mahfud MD yang berasal dari kalangan santri.
Jawa Timur jika mengikuti trikotomi Clifford Geertz yang melakukan penelitian di kawasan Kediri pada dekade 1950-an, secara sosiologis dapat dibagi ke dalam tiga golongan yakni abangan, santri dan priyayi.
Namun bila memikatnya secara budaya politik, Jawa Timur terbagi dalam empat wilayah dominan. Pertama, wilayah Mataraman yang dominan corak Jawa yang hampir sama dengan Jawa Tengahan. Wilayah ini mencakup bekas karesidenan Madiun, Bojonegoro, dan Kediri. Wilayah ini merupakan basis dari PDI Perjuangan.
Kedua, wilayah dengan kultur Arek yang mencakup Kabupaten Malang, Kota Malang, Kota Batu, Jombang, Mojokerto, Kota Mojokerto, Kota Surabaya, Sidoarjo dan Gresik. Wilayah ini menjadi Medan pertarungan antara santri dan abangan.
Ketiga, Madura adalah wilayah yang dengan tradisi santri atau Islam yang sangat kuat. Wilayah ini secara politik adalah basis suara PKB. Namun menariknya, keberadaan sosok Said Abdullah, anggota DPR dari PDIP, berhasil membuat warna Madura sedikit memerah.
Keempat, wilayah Tapal kuda. Wilayah Tapal Kuda, yang secara tradisional adalah bekas wilayah Blambangan pada masa klasik dulu, terdiri dari Kabupaten Banyuwangi, Bondowoso, Jember, Kota Probolinggo, Lumajang, Probolinggo dan Situbondo.
Namun sejak abad 18 hingga 19 terjadi migrasi penduduk Madura di wilayah ini sehingga memicu percampuran antara budaya Jawa dengan Madura yang disebut sebagai Pedalungan. Secara politik, orientasi masyarakat Tapal Kuda adalah partai Islam, dengan pengecualian daerah Banyuwangi yang dominan warga merah alias PDIP.