Bisnis.com, JAKARTA — Mahkamah Konstitusi Thailand mencopot Perdana Menteri Srettha Thavisin dari jabatannya pada Rabu (14/8/2024) karena menunjuk seorang mantan pengacara yang pernah menjalani hukuman penjara ke dalam kabinetnya.
Mengutip Reuters, Thavisin, yang merupakan taipan real estate, menjadi perdana menteri Thailand keempat dalam 16 tahun yang diberhentikan berdasarkan putusan pengadilan yang sama. Pencopotan ini dilakukan setelah pengadilan memutuskan Thavisin melanggar konstitusi dengan menunjuk seorang menteri yang tidak memenuhi standar etika.
Pemecatan Srettha setelah kurang dari satu tahun menjabat membuat parlemen harus bersidang untuk memilih perdana menteri baru. Hal ini berpotensi menambah ketidakpastian di Thailand selama dua dekade terakhir terus diguncang kudeta dan putusan pengadilan yang telah menjatuhkan berbagai pemerintahan dan partai politik.
Adapun, Mahkamah Konstitusi Thailand juga telah membubarkan partai oposisi populer, Move Forward pada pekan lalu. Pembubaran tersebut dilakukan lantaran kampanye partai untuk mereformasi undang-undang mengandung penghinaan terhadap kerajaan yang berisiko merusak monarki konstitusional.
Adapun, partai tersebut telah bergabung kembali pada hari Jumat di bawah nama baru.
Partai Pheu Thai yang dipimpin oleh Thavisin dan para pendahulunya telah menjadi korban utama dari gejolak politik di Thailand. Tercatat, dua pemerintahan partai tersebut digulingkan oleh kudeta dalam perseteruan panjang antara keluarga pendiri partai, Shinawatra, dan saingan mereka di kalangan konservatif dan militer.
Baca Juga
Keputusan ini juga dapat mengguncang gencatan senjata yang rapuh antara Thaksin Shinawatra, tokoh politik utama, dan musuh-musuhnya di kalangan elite konservatif dan militer. Hal ini memungkinkan kembalinya Thaksin dari pengasingan selama 15 tahun pada 2023 lalu dan menjadikan sekutunya, Thavisin, sebagai perdana menteri pada hari yang sama.
Thavisin mempertahankan penunjukannya mantan pengacara Shinawatra, Pichit Chuenban, yang pernah dipenjara karena penghinaan terhadap pengadilan pada 2008 atas dugaan upaya menyuap staf pengadilan, berada di atas dewan. Tuduhan suap tersebut tidak pernah terbukti dan Pichit mengundurkan diri pada bulan Mei.
Wakil Perdana Menteri Phumtham Wechayachai diperkirakan akan mengambil alih jabatan perdana menteri sementara.
Sementara itu, beberapa ahli politik menyebut Pheu Thai masih memiliki kekuatan untuk memimpin pemerintahan berikutnya, setelah periode negosiasi politik dan ketidakpastian tentang siapa yang akan memegang kendali.
Olarn Thinbangtieo, wakil dekan Fakultas Ilmu Politik dan Hukum Universitas Burapha menyebut koalisi ini masih akan tetap bersatu.
"Mungkin ada dampak pada kepercayaan diri, tetapi itu hanya dalam jangka pendek," kata Thinbangtieo, dilansir dari Reuters.
Pergantian Perdana Menteri Thailand
Adapun, pemimpin selanjutnya sudah harus dinominasikan sebagai calon perdana menteri oleh partai mereka sebelum pemilihan tahun 2023. Putri Thaksin yang berusia 37 tahun dan pemimpin partai, Paetongtarn Shinawatra, menjadi salah satu opsi diantara pilihan Pheu Thai.
Jika berhasil, Paetongtarn akan menjadi perdana menteri ketiga dari keluarga Shinawatra setelah Thaksin dan bibinya, Yingluck Shinawatra.
Kandidat perdana menteri lainnya adalah Menteri Dalam Negeri Anutin Charnvirakul, Menteri Energi Pirapan Salirathavibhaga, dan mantan kepala angkatan darat, Prawit Wongsuwan, yang terlibat dalam dua kudeta terakhir di Thailand.
Keputusan mahkamah konstitusi ini muncul di tengah gagalnya upaya Thavisin menggenjot perekonomian Thailand. Hal tersebut terlihat dari lemahnya ekspor dan belanja konsumen, tingginya utang rumah tangga, dan lebih dari satu juta usaha kecil tidak dapat mengakses pinjaman.
Pemerintah memperkirakan pertumbuhan ekonomi Thailand hanya sebesar 2,7% untuk periode 2024, tertinggal dari negara-negara tetangga di kawasan. Sementara itu, pasar saham Thailand juga mencatatkan kinerja terburuk di Asia pada tahun ini, dengan indeks utamanya, SETI, anjlok 17% sepanjang 2024.