Bisnis.com, JAKARTA – Dalam seminggu sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945, banyak persiapan yang dilakukan berbagai pihak–dari tingkat negara hingga kelompok.
Kota Hiroshima dibom pada 6 Agustus 1945, sebagai upaya Amerika Serikat untuk membuat Jepang mundur. Ketika hal ini tidak cukup, pihak AS mengirim bom yang lebih besar ke kota Nagasaki.
Dilansir dari History.com, Selasa (13/8/2024), bom Nagasaki bisa menghasilkan 22 kiloton ledakan dan ledakan di Nagasaki lebih dahsyat bila dibandingkan dengan di Hiroshima. Walaupun demikian, efek bom teredam karena bentuk geografi Nagasaki yang berada di tengah-tengah pegunungan.
Hingga sekarang, jumlah korban bom atom tidak diketahui secara pasti. Kira-kira ada 130.000–215.000 jiwa melayang akibat ledakan maupun efek samping radiasi dalam jangka panjang.
12 Agustus: Perjanjian Antara Indonesia dan Jepang di Dalat, Vietnam
Dengan segera, Jepang bersiap untuk menyerah. Pertemuan antara pihak Jepang dengan Indonesia pun dilaksanakan di Dalat, Vietnam, pada 12 Agustus. Soekarno, Mohammad Hatta, dan KRT Radjiman Wedyodiningrat bertemu Panglima Jepang di Asia Tenggara, Marsekal Hisaichi Terauchi.
Hasil yang didapat adalah bahwa Jepang telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan ke Indonesia, meliputi wilayah Hindia Belanda yang sebelumnya. Persiapan pelaksanaan kemerdekaan akan dilaksanakan oleh PPKI, dengan ketua Soekarno dan Hatta.
Pemerintah Jepang pun menyarankan untuk memproklamasikan kemerdekaan setidaknya pada 24 Agustus 1945.
Penyerahan kemerdekaan ini tidak serta-merta dilakukan karena Jepang berbaik hati. Sejarawan mengatakan bahwa Jepang ingin menarik simpati warga Indonesia. Kelak, jika dibutuhkan, Indonesia bisa membalas budi ini terhadap Jepang–sesama bangsa Asia Timur Raya.
13 Agustus: Bocornya Informasi Kekalahan Jepang
Walau pemerintah Jepang sudah menyerah sejak pengeboman tragis Hiroshima dan Nagasaki, negara tersebut merasa perlu memperlambat penyebaran berita kekalahan.
Tanpa sepengetahuan Jepang, operator Pos, Telegraf, dan Telepon (PTT) di Bandung ternyata tidak disegel. Maka, telegram resmi dari Tokyo pun diterima di kota tersebut. Telegram ini kemudian disebarkan oleh para pemuda untuk mendorong proklamasi kemerdekaan lebih cepat lagi.
Pada tanggal ini pula, Soekarno, Hatta, dan dr. Radjiman tiba di Indonesia setelah perjanjian di Dalat. Mereka menumpang pesawat fighter-bomber milik Jepang, sama seperti cara keberangkatan mereka.
Sementara itu, di Jepang, Amerika Serikat menjatuhkan pamflet peringatan dari udara. Negara tersebut menuliskan, jika Kaisar Hirohito tidak segera menyerahkan diri, bom atom lain akan segera digunakan di Jepang.
Hal ini karena Amerika Serikat tidak kunjung mendengar penyerahan diri dari sang kaisar. Mereka mengira Jepang masih merencanakan perlawanan terhadap Sekutu.
14 Agustus: Kaisar Hirohito Menyerah Secara Resmi
Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945. Kaisar Hirohito merekam pesan radio untuk rakyat Jepang, yang mana rekaman ini hampir dicuri oleh para pemuda Jepang yang masih ingin berjuang. Namun, upaya ini gagal dan kelompok pemuda tersebut melakukan bunuh diri.
14–16 Agustus: Kekosongan Kekuasaan di Indonesia
Kekosongan kekuasaan di Indonesia menyebabkan terjadinya bentrok antara kaum pemuda dengan kelompok tua. Kelompok tua ingin segera memanfaatkan situasi dengan memproklamasikan kemerdekaan Indonesia.
Namun, kelompok tua ingin melaksanakan sidang PPKI terlebih dahulu untuk mengatur persiapan proklamasi dengan matang. Hal ini juga karena anggapan bahwa Jepang masih menguasai Indonesia secara de facto.
Terjadilah Peristiwa Rengasdengklok pada 16 Agustus 1945–”penculikan” Soekarno dan Hatta oleh kelompok pemuda, untuk menjauhkan mereka dari pengaruh Jepang serta untuk mendesak dilaksanakannya pengumuman kemerdekaan.
Setelah perdebatan diselesaikan, akhirnya Soekarno dan Hatta kembali ke Jakarta dan langsung mempersiapkan pengumuman tersebut. Proklamasi kemerdekaan pun dilakukan pada 17 Agustus 1945. (Ilma Rayhana)