Bisnis.com, JAKARTA - Munculnya wacana Koalisi Indonesia Maju alias KIM plus berpotensi menghambat calon potensi untuk maju dalam kontestasi pemilihan kepala daerah alias Pilkada Serentak 2024.
Partai politik diharapkan dapat memberikan pilihan calon kepala daerah yang lebih beragam. Hal itu diperlukan untuk menghindari fenomena kotak kosong pada Pilkada 2024.
Adapun, Centre for Strategic and International Studies (CSIS) mengungkapkan salah satu kecenderungan koalisi besar melawan koalisi kecil dapat terjadi di Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) DKI Jakarta.
Ketua Departemen Politik dan Perubahan Sosial CSIS, Arya Fernandes melihat bahwa koalisi besar yang kemungkinan mengusung Ridwan Kamil, memiliki potensi besar untuk head-to-head dengan koalisi yang lebih kecil yang belum menentukan pilihan yakni PKS, NaSdem, PKB dan PDIP.
“Kalau kita ambil misalnya, tiba-tiba skenario Nasdem, PKB, dan PKS, kalau PKS-nya keluar berarti sisa PKB dan Nasdem ya. PKB dan Nasdem itu bisa mencalonkan karena 23 kursi. Tapi kalau Nasdem dan PKB menarik diri, hanya tinggal Nasdem, itu tidak bisa juga mencalon. PDIP kalau bertemu dengan Nasdem, dapat 25% calon” jelas Arya dalam Peta Kompetisi dan Dinamika Pilkada 2024 di Auditorium CSIS, Jakarta, Kamis (8/8/2024).
Arya mengungkapkan perlunya mendorong partai-partai yang belum menentukan calon, yakni PKS, Nasdem, PKB dan PDIP untuk mengusung nama calon. Hal tersebut ia nilai penting agar desain calon kotak kosong dapat terhindarkan.
Baca Juga
Sebelumnya, Arya memang menjelaskan bahwa kompetisi di beberapa daerah akan mempertemukan Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus dengan PDIP.
Contohnya, beberapa tempat yang diproyeksi akan adanya pertarungan Kim Plus versus PDIP berada di Sumatra Utara, Jawa Tengah, Sulawesi Utara, Bali, mungkin juga Sulawesi Utara, hingga DKI Jakarta.
Adapun, terkait skenario kotak kosong, ia menilai bahwa hal ini tidak berimplikasi secara positif terhadap demokrasi.
“Kalau skenario itu terjadi, tentu itu menurut saya pribadi itu suatu yang tidak sehat bagi kompetisi kita. Tidak sehat karena tidak ada kontestasi dan tidak memberikan peluang seseorang untuk maju,” tuturnya.