Bisnis.com, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) buka suara ihwal pernyataan penasihat hukum mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL terkait dengan greenhouse milik ketua umum partai politik yang diduga didanai oleh uang Kementerian Pertanian (Kementan).
Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, penyidik akan mendalami seluruh fakta persidangan kasus yang menjerat SYL itu. Nantinya, fakta-fakta persidangan itu akan diusut pada kasus dugaan pencucian uang SYL yang saat ini masih di tahap penyidikan.
"Saksi-saksi yang memang terkait yang bisa mendukung pembuktian unsur perkara yang sedang ditangani tentunya akan dimintai keterangan, termasuk yang di fakta persidangan," ujarnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (2/7/2024).
Untuk diketahui, KPK sebelumnya telah mengembangkan perkara pemerasan di Kementan ke dugaan pencucian uang. SYL telah ditetapkan tersangka dalam kasus tersebut. Dia diduga melakukan pencucian uang terhadap hasil tindak pidana korupsi.
Pada kasus pencucian uang ini, kata Tessa, penyidik bisa memanggil saksi-saksi terkait sejumlah fakta yang muncul di persidangan SYL pada kasus pemerasan.
"Ya kita tidak bisa memanggil saksi apabila tidak ada dasarnya. Maka harus menggunakan sprindik yang masih berjalan saat ini," tuturnya.
Baca Juga
Sebelumnya, penasihat hukum SYL, Djamaludin Koedoeboen menyebut adanya sebuah greenhouse milik ketua umum partai politik di Kepulauan Seribu, Jakarta, yang diduga didanai oleh uang Kementan.
Hal itu disampaikan olehnya usai persidangan SYL dengan agenda pembacaan tuntutan, Jumat (28/6/2024).
"Kami menduga bahwa ada greenhouse milik ketua umum partai tertentu di Pulau Seribu yang diduga duitnya itu adalah dari kementan," ujarnya.
Adapun jaksa KPK di persidangan telah menuntut SYL pidana penjara selama 12 tahun dalam kasus pemerasan dan gratifikasi di Kementan. Dia juga dituntut untuk membayar denda Rp500 juta subsidair enam bulan kurungan.
Sementara itu, kedua anak buahnya yakni mantan Sekjen Kementan Kasdi Subagyono dan mantan Direktur Alat dan Mesin Pertanian Muhammad Hatta mendapatkan tuntutan yang lebih ringan.
Mereka masing-masing dituntut enam tahun pidana penjara dan denda Rp250 juta subsidair kurungan selama tiga bulan. Hanya SYL yang dibebankan uang pengganti sebesar Rp44,26 miliar dan US$30.000.