Bisnis.com, JAKARTA - Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) mengungkap modus jual-beli rekening yang digunakan dalam perjudian daring atau judi online hingga pendanaan politik terkait dengan pemilihan umum (pemilu).
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana menjelaskan, rekening yang digunakan untuk judi online itu didapatkan dari pengepul yang menjualnya kembali dari pemilik terdahulunya. Dia mengungkap satu pengepul bisa mengumpulkan ribuan rekening dari masyarakat biasa.
"Jadi datang ke kampung-kampung minta ibu-ibu, bapak-bapak, ke petani untuk buka rekening pakai online segala macam. Mereka buka [rekening] dan satu orang [pengepul] bisa kumpulkan ribuan [rekening nasabah]," ungkapnya saat rapat kerja dengan Komisi III DPR, Rabu (26/6/2024).
Setelah mendapatkan rekening tersebut, para pengepul lalu menjualnya lagi pihak lain dengan harga lebih mahal. Alhasil, pengepul bisa mendapatkan keuntungan (margin) lebih besar.
"Kemudian dikasih Rp100.000 pada pemilik nama, dia bisa jual itu kepada pihak lain dengan angka lebih besar. Dia dapat margin," ungkap Ivan.
Di sisi lain, Ivan menjelaskan bahwa pelaku tindak pidana lainnya juga ada yang menggunakan modus jual-beli rekening. Para pelaku modus tersebut memanfaatkan banyaknya rekening inaktif di perbankan.
Baca Juga
PPATK, sambungnya, menemukan ratusan ribu rekening inaktif di banyak bank. Dia menduga bahwa ada banyak orang yang lupa akan rekeningnya di bank sehingga dibiarkan tidak aktif dalam waktu yang lama.
"Misalnya, ada kasus satu keluarga kecelakaan, rekeningnya mengendap luar biasa banyak. Temuan kami sampai ratusan triliun. Itu rekening yang mengendap yang tidak ada tuannya, tidak bertuan. Itu tapi beda kasus dengan judol," papar Ivan.
Di sisi lain, PPATK juga disebut menemukan modus penggunaan rekening inaktif di perbankan untuk pendanaan politik saat pemilu 2024.
"Memang ada rekening inaktif diperjualbelikan oknum tertentu untuk kemudian diaktifkan lagi. Itu juga kami temukan dalam proses pada saat pendanaan politik," ungkapnya.