Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cerita Mendiang Tanri Abeng soal Awal Berdirinya Kementerian BUMN

Tanri Abeng diminta oleh Presiden ke-2 RI Soeharto untuk menyiapkan konsep sekaligus menjadi menteri pertama di Kementerian Negara Pendayagunaan BUMN.
Mantan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN kabinet Soeharto sekaligus pengusaha kawakan Tanri Abeng. Dok IG tanriabengofficial
Mantan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN kabinet Soeharto sekaligus pengusaha kawakan Tanri Abeng. Dok IG tanriabengofficial

Bisnis.com, JAKARTA — Mendiang Tanri Abeng merupakan cikal bakal dari Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN).

Berkat segudang pengalaman di dunia bisnis, sosok kelahiran Selayar, Sulawesi Selatan, pada 7 Maret 1942 ini diminta oleh Presiden ke-2 RI Soeharto untuk menyiapkan konsep sekaligus menjadi menteri pertama di Kementerian Negara Pendayagunaan BUMN. Lembaga inilah yang kemudian berkembang dan saat ini menjadi Kementerian BUMN.

Dengan begitu, berdiri dan berkembangnya Kementerian BUMN sejak 26 tahun lalu menjadi legasi dari Tanri Abeng yang kemarin, Minggu (23/6/2024) dini hari, berpulang. Menteri BUMN pertama itu menghembuskan nafas terakhir di RS Medistra, Jakarta.

Bisnis sempat mewawancarai mendiang Tanri Abeng pada 2021. Dalam kesempatan itu, dia mengisahkan berdirinya Kementerian Negara Pendayagunaan BUMN. Berikut laporannya:

KONSEP AWAL

Tanri Abeng mengisahkan berdirinya Kementerian Negara Pendayagunaan BUMN atau Kementerian BUMN. Menurutnya, kementerian ini hadir pada 14 Maret 1998 atau saat diumumkan sebagai bagian dari Kabinet Pembangunan VII yang dipimpin Presiden Soeharto.

Namun, kementerian yang khusus menangani perusahaan pelat merah ini sebenarnya dikonsepkan sebagai korporasi, tepatnya holding company bernama Indonesia Incorporated.

Sebagai konseptor,  Tanri Abeng pada 2021 juga ditunjuk sebagai Menteri Negara Pendayagunaan BUMN pada Kabinet Pembangunan VII dan Kabinet Reformasi Pembangunan.

Pembentukan kementerian ini berawal dari kondisi krisis ekonomi yang dahsyat melanda Indonesia pada 1998. Di tengah kondisi tersebut tepatnya pada 15 Januari 1998, Presiden Ke-2 RI meneken nota kesepakatan dengan International Monetary Fund (IMF) yang salah satu poin kesepakatannya adalah Indonesia akan mendapatkan pinjaman senilai US$43 miliar.

“Pada waktu itu, besar sekali ya, karena Indonesia sudah dilanda krisis yang dahsyat. Rupiah kita sudah terdepresiasi dari Rp2.400 ke Rp10.000 [per US$]…Dan bahkan pada bulan Mei sampai menjadi Rp17.000 per US$,” ungkapnya dalam webinar bertajuk Transformasi BUMN di Tengah Tantangan Ketidakpastian Ekonomi 2022, yang diselenggarakan Bisnis Indonesia, Selasa (21/12/2021).

Dalam konferensi pers usai penandatanganan tersebut, Soeharto meminta masyarakat tak perlu khawatir dengan utang. Pasalnya, Indonesia memiliki banyak BUMN.

“Tapi beliau tidak menjelaskan korelasi antara utang dan banyaknya BUMN,” ungkapnya.

Mantan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN kabinet Soeharto sekaligus pengusaha kawakan Tanri Abeng. Dok IG tanriabengofficial
Mantan Menteri Negara Pendayagunaan BUMN kabinet Soeharto sekaligus pengusaha kawakan Tanri Abeng. Dok IG tanriabengofficial

DIUNDANG SOEHARTO

Tiga hari berselang, Tanri Abeng mengatakan diundang Soeharto dan mendapatkan penjelasan soal kondisi tersebut. Soeharto mengaku tak khawatir akan utang lantaran rencananya akan dibayar dari pemanfaatan 159 BUMN yang ada, termasuk dengan opsi penjualan atau privatisasi yang menjadi salah satu saran IMF.

“Masalahnya pada waktu itu hampir 100 dari 159 BUMN itu tidak sehat. Jadi Pak Soeharto mengatakan saya tidak mau menjual sekarang, saya ingin nilainya ditingkatkan dulu,” jelas Tanri Abeng.

Alhasil, Tanri, yang kala itu menjadi praktisi dengan predikat 'eksekutif termahal', diminta untuk memberikan konsep untuk meningkatkan nilai BUMN. Sebagai respons, dia meminta waktu untuk menyusun konsepnya.

Tiga minggu berselang, lulusan Master of Business Administration dari State University, New York, ini pun membawa konsep Indonesia Incorporated. Alasannya, 159 BUMN itu berada di bawah 17 kementerian dan dikelola secara birokratis.

“Yang kita perlu lakukan adalah mengeluarkan 159 BUMN ini dari birokrasi. Berarti dari kementerian teknis, saya mengusulkan supaya dibentuk apa yang dikenal dengan holding company.”

Indonesia Incorporated tersebut memiliki 10 sektor usaha atau mirip seperti klasterisasi pada 12 sektor yang direalisasikan Kementerian saat ini.

Dalam pertemuan tersebut, Tanri Abeng pun menyarankan agar Soeharto tak langsung menjual BUMN yang nilainya membaik demi menambah defisit APBN. Privatisasi, jelas dia, harus menjadi opsi terakhir setelah profitisasi.

“Saya mengatakan kepada Pak Harto jangan begitu Pak. Jangan dijual dulu. Kita profitisasi dulu supaya meningkat tetapi sebelum privatisasi. Pada saat nilai tertinggi baru kita privatisasi.”

Namun, Tanri Abeng mengatakan hasil berbeda saat pengumuman anggota Kabinet Pembangunan VII dirilis. Kementerian Negara Pendayagunaan BUMN muncul sebagai kementerian baru dengan Tanri Abeng sebagai menteri perdananya.

“Padahal saya sebenarnya tidak mengusulkan terbentuknya kementerian. Oleh karenanya dua hari sesudah ditunjuk, saya sudah membuat struktur organisasi daripada kementerian.”


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper