Bisnis.com, JAKARTA – Filipina mengatakan bahwa China sengaja memicu bentrokan dengan tentaranya pekan lalu di wilayah Laut China Selatan yang disengketakan. Dalam bentrokan tersebut, seorang tentara Filipina mengalami luka serius.
Melansir Bloomberg, Senin (24/6/2024), Menteri Pertahanan Filipina Gilberto Teodoro mengatakan bahwa Filipina menyimpulkan bahwa bentrokan yang terjadi pada 17 Juni 2024 tersebut bukan kesalahpahaman atau kecelakaan.
"Kami tidak meremehkan insiden tersebut. Itu adalah penggunaan kekuatan yang agresif dan ilegal," katanya sehari setelah menemani Presiden Ferdinand Marcos Jr. mengunjungi pasukan Komando Barat yang mengawasi Laut China Selatan.
Teodoro menambahkan, kebijakan Filipina untuk menegaskan klaim teritorialnya di Laut China Selatan tidak berubah.
Dia mengatakan bahwa Filipina tidak akan mempublikasikan jadwal kapan mereka akan mengirimkan misi pasokan ke pos militernya di Second Thomas Shoal. Hal itu berbeda dengan pernyataan Sekretaris Eksekutif Lucas Bersamin pekan lalu, yang menurut Teodoro hanya sebuah rekomendasi.
Komentar terbaru dari kepala pertahanan tersebut menunjukkan bagaimana Filipina ingin menyalahkan China atas bentrokan 17 Juni. Filipina mengatakan bahwa kru penjaga pantai China menggunakan senjata tajam untuk menusuk kapal, merampas senjata, dan menabrak kapal Filipina sehingga menyebabkan seorang pelaut Filipina kehilangan ibu jarinya.
"Namun, kami terus mencari solusi damai untuk masalah ini. Filipina adalah negara yang bertanggung jawab," kata Teodoro.
Menanggapi pernyataan Teodoro, China menegaskan bahwa Second Thomas Shoal adalah wilayahnya.
”Filipina harus kembali ke jalur negosiasi dengan China dan menjaga perdamaian dan stabilitas di Laut Cina Selatan," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning, Senin (24/6/2024).
Marcos mengatakan pada hari Minggu bahwa Filipina tidak akan menggunakan kekerasan atau intimidasi di perairan yang disengketakan setelah bentrokan 17 Juni. Dia juga mengatakan tidak ingin memicu perang.
"Kami akan terus menggunakan kebebasan dan hak-hak kami untuk mendukung kepentingan nasional kami, sesuai dengan hukum internasional," kata Teodoro.
Penasihat Keamanan Nasional Eduardo Ano mengatakan bahwa bentrokan terbaru antara kapal Filipina dan China tidak dapat diklasifikasikan sebagai serangan bersenjata yang dapat memicu perjanjian pertahanan Manila dengan AS.
”Menurut definisi, serangan bersenjata adalah penggunaan kekuatan militer, penggunaan kekuatan yang berlebihan yang dapat memicu pertahanan diri secara kolektif," kata Ano.
Departemen Luar Negeri AS pekan lalu mengecam tindakan eskalasi China di wilayah perairan yang disengketakan. Militer Filipina kemudian merilis video yang disebutnya sebagai serangan brutal China.