Bisnis.com, JAKARTA – Penyelenggaraan haji tahun ini kembali menukai pro dan kontra. Isu tentang jemaah haji terlantar hingga fasilitas yang tidak memadai masih menjadi tantangan yang harus dihadapi di tanah suci.
Ketua Umum PKB Muhaimin Iskandar alias Cak Imin bahkan mengungkapkan bahwa ada jemaah haji yang banyak istirahat dan tidur di lorong. “Ada banyak laporan yang masuk, pertama matinya AC di mana-mana. Kemudian overcapacity tendanya, tidak ada kasur. Ini semua harus dikalkulasikan,” ujar Cak Imin seperti dikutip melalui akun instagram resminya, Selasa (18/6/2024).
Dalam catatan Bisnis, isu tentang overcapacity dan fasilitas yang tidak memadai terus menjadi sorotan banyak pihak setiap tahun. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sejatinya telah mewanti-wanti tentang karut marut penyelenggaraan haji dalam Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) II/2023 yang dirilis belum lama ini.
Adapun temuan BPK dalam IHPS II 2023 antara lain, kebijakan pembatasan pendaftaran haji belum sepenuhnya mendukung pemerataan kesempatan.
Daftar tunggu calon jemaah haji regular menurut data Sistem Informasi dan Komputerisasi Haji Terpadu (Siskohat) per 10 Oktober 2023 mencapai 5.211.899 orang, dengan masa tunggu selama 12 sampai dengan 48 tahun, karena pendaftaran calon jemaah haji lebih banyak dibandingkan dengan jemaah haji yang berangkat pada tahun tersebut.
Kementerian Agama (Kemenag) sejatinya telah mengatur pendaftaran haji sekali dalam 10 tahun untuk mengantisipasi hal tersebut.
Baca Juga
Namun kebijakan itu, menurut BPK, belum dapat memberikan pemerataan kesempatan, sehingga terdapat 775 jemaah haji berangkat Tahun 1444H/2023M yang pernah berhaji dan 14.299 jemaah haji daftar tunggu yang pernah berhaji. “Hal tersebut mengakibatkan belum terwujudnya pemerataan kesempatan haji bagi yang belum menunaikan ibadah haji.”
Selain itu BPK juga menemukan regulasi dan penerapan istithaah kesehatan dalam penetapan jemaah haji berangkat belum sepenuhnya memadai. Pertama, peraturan pelunasan biaya perjalanan ibadah haji (Bipih) tidak memuat syarat istithaah kesehatan. Kedua, sebanyak 203 jemaah haji tidak mengikuti pemeriksaan kesehatan tahap kedua. Ketiga, sebanyak 99.510 jemaah haji yang tidak memenuhi syarat istithaah kesehatan Jemaah haji, tetap berangkat haji.
“Akibatnya, terjadinya peningkatan kasus jemaah haji yang wafat, badal haji, safari wukuf dan penggunaan kursi roda.”
Lembaga auditor negara juga mencatat bahwa penetapan besaran Bipih Reguler belum optimal dalam mendukung keberlanjutan keuangan haji dan berkeadilan bagi jemaah haji.
Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) periode 2010 sampai 2023 mengalami peningkatan setiap tahun. BPIH Tahun 2010 sebesar Rp34,50 juta, sedangkan BPIH Tahun 2023 sebesar Rp90,05 juta, atau naik sebesar Rp55,55 juta (161%). Sementara itu, Bipih Tahun 2010 sebesar Rp30,05 juta dan Bipih Tahun 2023 sebesar Rp49,81 juta atau hanya naik sebesar Rp19,76 juta (65,78%).
Kondisi tersebut mengakibatkan subsidi BPIH mengalami kenaikan sebesar Rp35,78 juta (803,41%) dari sebesar Rp4,45 juta pada tahun 2010 menjadi sebesar Rp40,24 juta pada tahun 2023. Di sisi lain, kenaikan penerimaan nilai manfaat tidak sebanding dengan pengeluaran subsidi BPIH dan alokasinya ke virtual account belum mempertimbangkan asas keadilan.
Adapun, BPK menyoroti penyelenggaraan ibadah haji dengan pengelolaan keuangan haji yang berlangsung selama ini memiliki potensi risiko terhadap sustainabilitas keuangan haji. Hal tersebut mengakibatkan distribusi nilai manfaat tidak mencerminkan asas keadilan bagi jemaah haji tunggu, serta risiko likuiditas dan keberlanjutan keuangan haji di masa yang akan datang.
Sedangkan temuan yang terakhir, BPK mengungkapkan bahwa pelayanan Masya’ir di Arafah, Mudzalifah, dan Mina (Armuzna) tidak sesuai dengan perjanjian kerja sama antara lain pemberangkatan jemaah dari Mudzalifah menuju Mina terlambat dan penggunaan tenda maktab di Mina melebihi kapasitas. “Akibatnya, kondisi jemaah kurang nyaman karena berdesakan/overcapacity.”