Bisnis.com, JAKARTA — Presiden terpilih Prabowo Subianto mengatakan bakal mempelajari lebih lanjut soal program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang kewajiban iurannya bakal diperluas ke pekerja swasta.
Sebagaimana diketahui, belum lama ini Presiden Joko Widodo (Jokowi) menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No.21/2024 tentang Perubahan atas PP No.25/2020 tentang Penyelenggaraan Tapera. Pada pasal 15 ayat 1 beleid tersebut, swasta juga akan dibebankan iuran Tapera yang berasal dari potongan gaji atau upah peserta sebesar 3%.
Kebijakan itu pun menuai pro-kontra di berbagai kalangan. Pada hari ini, Kamis (6/6/2024), buruh pun sampai menggelar demo untuk menolak kebijakan pemerintah itu.
"Kita akan pelajari dan kita cari solusi yang terbaik," ujar Prabowo ketika ditanyai wartawan mengenai hal tersebut di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (6/6/2024).
Jawaban Prabowo itu disampaikan usai bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana. Sebelumnya, pria yang juga sekarang menjabat Menteri Pertahanan (Menhan) itu menyampaikan bakal melaporkan hasil kunjungannya ke Singapura kepada Jokowi.
Meski demikian, Prabowo tak menjawab pertanyaan wartawan apabila pemerintahannya nanti akan melanjutkan program tersebut.
Baca Juga
Seperti diketahui, presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka akan dilantik oleh MPR pada 20 Oktober mendatang. Prabowo akan melanjutkan pemerintahan setelah 10 tahun dipimpin oleh Jokowi sejak 2014.
Adapun kebijakan Tapera yang baru saja diteken Jokowi itu rencananya diberlakukan pada 2027. Meski demikian, Badan Pengelola (BP) Tapera belum lama ini mengungkap pihaknya belum pasti akan menerapkan iuran 2,5% dari gaji pekerja swasta dan 0,5% dari pemberi kerja pada 2027 nantinya.
Menurut Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho, pihaknya juga belum akan melakukan pungutan kepada ASN. BP Tapera saat ini disebut baru mengelola dana fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan atau FLPP dan dana eks peserta Bapertarum.
"Karena kami masih ditugaskan oleh komite untuk terus melakukan pembenahan tata kelola sebagai lembaga baru," ujarnya pada konferensi pers, Rabu (5/6/2024).
Di sisi lain, kelompok buruh bukan satu-satunya pihak yang menolak rencana pemerintah untuk memperluas mandatori iuran Tapera itu.
Ketua Umum Apindo Shinta W.Kamdani meminta kepada pemerintah untuk mempertimbangkan kembali pemberlakuan PP No. 21/2024 yang menetapkan besaran iuran Tapera sebesar 3%, dengan rincian 2,5% ditanggung pekerja dan 0,5% ditanggung pengusaha dari gaji.
Shinta mengatakan bahwa aturan terkait iuran Tapera tersebut semakin menambah beban baru, baik baik pemberi kerja maupun pekerja.
Pasalnya, beban pungutan yang telah ditanggung oleh pemberi kerja saat ini yaitu sebesar 18,24% hingga 19,74% dari penghasilan pekerja. Beban ini pun semakin berat dengan adanya depresiasi Rupiah dan melemahnya permintaan pasar.
Menurut Shinta pun, potongan untuk iuran Tapera tidak diperlukan karena pemerintah bisa memanfaatkan sumber pendanaan dari dana BPJS Ketenagakerjaan untuk program terkait perumahan pekerja.
“Hal ini sesuai dengan regulasi PP No.55/2015 Tentang Pengelolaan Aset Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, dimana sesuai PP tersebut, maksimal 30% [Rp138 triliun], maka aset JHT sebesar Rp460 triliun dapat digunakan untuk program MLT [manfaat layanan tambahan] perumahan pekerja. Dana MLT yang tersedia sangat besar dan sangat sedikit pemanfaatannya,” katanya melalui keterangan resmi, dikutip Selasa (28/5/2024).