Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Auditor BPK di Kasus SYL hingga BTS: Minta Pelicin Poles Audit hingga 'Jual Beli' Opini WTP

Kasus 'jual beli' audit yang menjerat BPK bukan modus baru. KPK maupun kejaksaan pernah mengungkap kasus serupa.
Anshary Madya Sukma, Dany Saputra
Kamis, 16 Mei 2024 | 07:12
Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Achsanul Qosasi (tengah) berjalan menuju mobil tahanan usai ditetapkan tersangka di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (3/11/2023). Achsanul Qosasi ditahan Kejagung setelah ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek menara base transceiver station (BTS) 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dengan dugaan menerima aliran dana sebesar Rp40 miliar. ANTARA FOTO/Raqilla/gp/rwa.
Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Achsanul Qosasi (tengah) berjalan menuju mobil tahanan usai ditetapkan tersangka di Kejaksaan Agung, Jakarta, Jumat (3/11/2023). Achsanul Qosasi ditahan Kejagung setelah ditetapkan menjadi tersangka kasus dugaan korupsi proyek menara base transceiver station (BTS) 4G di Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dengan dugaan menerima aliran dana sebesar Rp40 miliar. ANTARA FOTO/Raqilla/gp/rwa.

Bisnis.com, JAKARTA -- Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) kembali memperoleh sorotan. Pasalnya, lembaga auditor negara itu seolah tidak pernah beranjak dari kasus suap, korupsi dan kongkalikong proyek fiktif di institusi milik negara. 

Berdasarkan catatan Bisnis, setidaknya ada tiga kasus rasuah besar yang sedang disidangkan dan menyinggung adanya praktik suap dengan nilai total mencapai puluhan miliar rupiah kepada oknum BPK.

Pertama, adalah kasus korupsi dan gratifikasi yang mendera mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL. Salah satu saksi dalam persidangan tersebut mengungkapkan bahwa ada oknum BPK yang meminta uang hingga Rp12 miliar untuk pengondisian opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) untuk Kementerian Pertanian (Kementan). 

Kedua, kasus korupsi terkait proyek BTS 4G Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) turut menyeret Anggota III BPK Nonaktif, Achsanul Qosasi. Dia menyebut Dirut Bakti Kominfo Anang Achmad Latif meminta dirinya untuk memanipulasi hasil audit menara dalam proyek BTS 4G Kominfo dengan mahar mencapai Rp40 miliar.

Ketiga adalah kasus korupsi dalam proyek konstruksi pembangunan Jalan Tol Jakarta–Cikampek II elevated STA.9+500 – STA.47+000 alias Tol MBZ. Dalam persidangan, Direktur Operasional PT Waskita Beton Precast Tbk. (WSBP) Sugiharto, yang dihadirkan sebagai saksi untuk terdakwa Direktur PT Jasamarga Jalan Layang Cikampek (JJC) periode 2016–2020 Djoko Dwijono Cs, mengaku sempat menyiapkan Rp10 miliar untuk memenuhi permintaan dari BPK.

Tanggapan BPK

Adapun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyebut pihaknya memilih untuk mengedepankan asas praduga tidak bersalah kepada pegawainya yang disebut meminta Rp12 miliar sebagai kompensasi opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). 

Biro Humas dan Kerja Sama Internasional BPK dalam pernyataan resminya yang diunggah dalam laman resmi lembaga tinggi negara itu menyebutkan mendukung upaya pemberantasan korupsi di Indonesia dan tidak mentolerir tindakan yang melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan, Kode Etik, standar dan pedoman pemeriksaan. 

"BPK menghormati proses persidangan kasus hukum tersebut, dan mengedepankan asas praduga tak bersalah," tulis Biro Humas dan Kerja Sama Internasional BPK bertanggal Jumat (10/5/2024).

Dijelaskan bahwa pelaksanaan tugas pemeriksaan oleh BPK dilakukan berdasarkan standar dan pedoman pemeriksaan serta dilakukan reviu mutu berjenjang (quality control dan quality assurance). "Apabila ada kasus pelanggaran integritas, maka hal tersebut dilakukan oleh oknum yang akan diproses pelanggaran tersebut melalui sistem penegakan kode etik," jelas pernyataan itu lebih lanjut.

BPK mencermati pemberitaan media massa tentang persidangan perkara dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di lingkungan Kementerian Pertanian yang menjerat Mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL). Dalam pemberitaan itu disebut auditor di BPK meminta uang untuk mendapatkan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).

Menyikapi fakta persidangan itu, disebutkan BPK tetap berkomitmen untuk menegakkan nilai-nilai dasar BPK yaitu independensi, integritas, dan profesionalisme dalam setiap pelaksanaan tugas BPK.

"BPK telah membangun sistem penanganan atas pelaporan pelanggaran (whistleblowing system) dan program pengendalian gratifikasi untuk memitigasi risiko terjadinya pelanggaran kode etik BPK, termasuk pemrosesan dan pemberian hukuman kepada oknum di BPK yang terbukti melanggar kode etik, melalui Majelis Kehormatan Kode Etik BPK.

Bukan Modus Baru

Dalam catatan Bisnis, oknum BPK maupun pejabat BPK terseret kasus korupsi atau suap bukan suatu hal yang baru. Berikut daftar kasus yang menjerat oknum pemeriksa maupun anggota BPK:

Kasus Rizal Djalil

Rizal Djalil adalah mantan anggota BPK. Seperti diketahui, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat memvonis Rizal Djalil dengan pidana 4 tahun penjara denda Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.

Rizal Djalil terbukti menerima suap senilai S$100 ribu atau Rp 1 miliar dari Komisaris Utama PT Minarta Dutahutama Leonardo Jusminarta Prasetyo. Suap itu diberikan Rizal mengupayakan PT Minarta Dutahutama menjadi pelaksana Proyek Pembangunan Jaringan Distribusi Utama Sistem Penyediaan Air Minum Ibu Kota Kecamatan (JDU SPAM IKK) Hongaria pada Kementerian PUPR.

Vonis tersebut lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum yakni 6 tahun penjara denda Rp 250 juta subsider 3 bulan kurungan.

Hakim pun tidak menjatuhkan pidana tambahan kepada Rizal Djalil. Jaksa sebelumnya menuntut hakim menjatuhkan uang pengganti sebesar Rp 1 miliar kepada Rizal sesuai dengan uang yang diterima Rizal Djalil dalam kasus suap di Kementerian PUPR.

Dalam menjatuhkan vonis hakim mempertimbangkan hal meringankan dan memberatkan. Untuk hal yang memberatkan Rizal Djalil dianggap tidak mendukung program pemerintah dalam pemberantasan korupsi, dan tidak mengakui perbuatannya.

Sementara hal meringankan Rizal belum pernah dipidana, pernah mendapat Bintang Mahaputra Adipradana dari Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), berusia 65 tahun dan menderita penyakit hepatitis B dan hipertensi kronik.

Kasus Achsanul Qosasi

Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi adalah tersangka baru dalam perkara dugaan korupsi BTS 4G Kominfo.

Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus) Kejagung Kuntadi menjelaskan pihaknya telah memanggil Achsanul sebagai saksi perkara dugaan tindak pidana korupsi penerimaan uang sebesar kurang lebih Rp40 miliar terkait dengan jabatan.

"Setelah dilakukan pemeriksaan secara intensif dan dikaitkan dengan alat bukti yang telah kami temukan sebelumnya, disepakati kesimpulan telah ada cukup alat bukti untuk menetapkan yang bersangkutan [Achsanul] sebagai tersangka," ujar Kuntadi di Gedung Bundar Jampidsus Kejagung, Jakarta Selatan, Jumat (3/11/2023).

Dia menjelaskan, tersangka langsung dilakukan penahanan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan. Achsanul diduga menerima uang sejumlah kurang lebih Rp40 miliar dari terdakwa eks Komisaris PT Solitech Media Sinergy Irwan Hermawan (IH) di Hotel Grand Hyat, Jakarta Pusat pada 19 Juli 2022.

"Adapun pasal yang diduga dilanggar adalah Pasal 12B, Pasal 12E atau Pasal 5 ayat (2) huruf b juncto Pasal 15 UU Tipikor atau Pasal 5 ayat (1) UU TPPU," jelas Kuntadi.

Sebelumnya, nama Achsanul berinisial AQ memang kerap disebut oleh terdakwa kasus korupsi pembangunan menara pemancar sinyal atau BTS 4G Kominfo Galumbang Menak dalam persidangan, Senin (23/10).

Kasus Bupati Meranti 

Sekadar catatan, Bupati Kepulauan Meranti nonaktif Muhammad Adil didakwa melakukan tiga perbuatan tindak pidana korupsi sekaligus di lingkungan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Kepulauan Meranti. 

Berdasarkan surat dakwaan KPK kepada Adil, politikus PKB itu disebut menjanjikan pemberian uang fee sejumlah Rp3 juta untuk setiap peserta umroh, yakni total 250 orang. 

Oleh karena itu, dengan jumlah peserta umroh tersebut, suap yang diterima oleh Adil yakni Rp750 juta. 

Adil juga didakwa memberikan suap kepada Ketua Tim Pemeriksa pada Badan Perwakilan Riau (BPK) Perwakilan Provinsi Riau Muhammad Fahmi Aressa. 

Suap itu guna mengatur hasil pemeriksaan laporan keuangan Pemkab Kepulauan Meranti TA 2022 serta predikat opini Wajar Tanpa Pengecualian, Adil didakwa memberikan suap ke Fahmi Aressa sebesar Rp1 miliar.

Kasus Tukin ESDM

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebelumnya juga tengah mendalami dugaan penggunaan uang korupsi pemotongan tunjangan kinerja (tukin) di Kementerian ESDM, untuk mengondisikan temuan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

Hal tersebut dikonfirmasi oleh Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur. Dia mengatakan dugaan itu masih didalami oleh para tim penyidik KPK. 

"Sejauh ini yang diperkirakan demikian, karena memang ini juga untuk [tahun anggaran] 2021 2022, pasti sudah ada auditnya, tetapi kita masih dalami," ucap Asep di Gedung KPK, dikutip Kamis (30/3/2023). 

Seperti diketahui, kasus dugaan korupsi tukin di Kementerian ESDM itu ditaksir merugikan negara hingga puluhan miliar rupiah. KPK memperkirakan ada sekitar 10 orang yang ditetapkan sebagai tersangka, kendati jumlah tersebut belum dipastikan. 

Lembaga antirasuah juga menduga uang yang dikorupsi itu digunakan untuk keperluan pribadi, membeli aset, dan termasuk operasional pemeriksaan BPK. 

"Kemudian ada juga untuk 'operasional' gitu termasuk dugaannya dalam rangka untuk pemenuhan proses-proses pemeriksaan oleh BPK," jelas Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri secara terpisah, di Gedung Merah Putih, Senin (27/3/2023).

Kasus Ade Yasin

Kasus lain adalah perkara mantan Bupati Bogor Ade Yasin yang menyuap tim pemeriksa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI perwakilan Jawa Barat senilai Rp1,93 miliar.

Adapun tim pemeriksa BPK Jawa Barat dimaksud adalah Anthon Merdiansyah, Arko Mulawan, Hendra Nur Rahmatullah Kartiwa dan Gerri Ginanjar Trie Rahmatullah.

Duit itu diberikan Ade Yasin bersama-sama dengan Ihsan Ayatullah selaku Kepala Sub Bidang Kas Daerah pada BPKAD Pemerintah Kabupaten Bogor (Pemkab Bogor), Maulana Adam selaku

Sekretaris Dinas PUPR Pemkab Bogor dan Rizki Taufik Hidayat selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Sub Koordinator Pembangunan Jalan dan Jembatan Wilayah 2 pada Dinas PUPR Pemkab Bogor.

Uang itu diberikan agar tim pemeriksa BPK Jabar mengkondisikan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) Kabupaten Bogor mendapat predikat wajar tanpa pengecualian (WTP).

Halaman
  1. 1
  2. 2

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper