KRITIK
Kritik atas wacana penambahan kementerian di era kepemimpinan Prabowo-Gibran pun datang dari berbagai pihak. Salah satunya disuarakan Politisi PDI Perjuangan Ganjar Pranowo.
Calon presiden nomor urut 3 pada Pilpres 2024 itu mengingatkan calon presiden terpilih Prabowo Subianto untuk mengikuti aturan dalam UU ihwal pembentukan kabinet.
"Kalau kementerian negara, UU-nya sudah ada. Tugas eksekutif, pemerintah, setelah disumpah, menjalankan peraturan perundang-undangan," kata Ganjar di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat, Rabu (8/5/2024).
Mantan gubernur Jawa Tengah ini pun tidak heran apabila publik menjadi curiga wacana pembentukan kabinet gemuk itu untuk mengakomodir politik transaksional. Di samping itu, Ganjar mengaku paham apabila Prabowo sampai paksakan revisi UU No. 39/2008 itu untuk melegitimasi kabinet gemuknya nanti.
"Karena saya politisi, saya sangat paham politik akomodasi pasti dilakukan," jelasnya.
Baca Juga
Setali tiga uang, Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin menyarankan supaya rencana tersebut perlu dikaji lebih lanjut dengan meninmbang urgensinya. Dia menekankan supaya pemerintahan era Prabowo dan Gibran tetap harus diisi oleh profesional.
“Sebab, dalam menjalankan tugas, menteri-menteri itu harus profesional,” terangnya dalam keterangan pers usai menghadiri Halalbihalal Idulfitri 1445 H Majelis Ulama Indonesia (MUI), di Hotel Grand Sahid Jaya, Jl. Jendral Sudirman No. 86, Jakarta Pusat, Selasa (7/5/2024).
Dalam agenda yang sama, Wapres Ke-10 dan Ke-12 Jusuf Kalla (JK) menilai penambahan nomenklatur kabinet menjadi 40 kementerian terlalu mengarah terhadap sikap politis.
Padahal, kata JK jumlah ideal pejabat menteri di Indonesia berada di angka 34 dan telah sesuai dengan amanat Pasal 15 UU Kementerian Negara.
"Itu artinya bukan lagi kabinet kerja itu namanya, tetapi kabinet yang lebih politis," katanya.
Lebih lanjut, dia menekankan bahwa komposisi kursi menteri seharusnya terus mengacu pada kepentingan publik dan tidak condong mengakomodir kepentingan dan intervensi partai politik (parpol). Bahkan, alokasi kursi menteri harus lebih banyak diduduki oleh sosok teknokrat atau profesional.
Dia pun menyarankan agar penambahan kementerian perlu dikaji secara matang, karena tentunya akan mengubah ketentuan di UU No. 39/2008.
"Lihat apa yang mau dikerjakan baru disusun organisasinya. Kalau organisasinya membutuhkan 40 kementerian, silakan. Namun 34—35 cukup, bisa digabung sebenarnya," pungkas JK.