Bisnis.com, JAKARTA — Sejarah hari ini, Yusuf Bilyarta Mangunwujaya atau Romo Mangun lahir di Ambarawa, 6 Mei 1929 silam. Lahir dan tumbuh dari pasangan guru SD Yulianus Sumadi Mangunwijaya dan Serafin Kamdaniyah, pastor gereja Katolik ini kelak akan dikenal sebagai salah satu tokoh pendidik dan aktivis paling berbakat di zaman Indonesia modern.
Banyak dipengaruhi oleh tokoh pedagogi Brazil, Paulo Freire (1921-1997), Romo Mangun percaya sekolah mesti membebaskan dan eksperimental lepas dari kurikulum yang menghafal.
Romo Mangun merintis program pendidikan dasar eksperimental di SD Kanisius Magunan, Kalasan, sebelah timur Yogyakarta atas dukungan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan saat itu, Wardiman Dojonegoro. Sekolah itu mulai dirintis pada 1994 dengan kurikulum yang sama sekali lain dari sekolah-sekolah pada umumnya.
Sebelum dikenal sebagai tokoh pendidik, Romo Diosesan Keuskupan Agung Semarang ini lebih dahulu dikenal dengan berbagai macam julukan selama dia bekarya di dalam dan luar gereja paroki.
Dia adalah bengawan sastra, bapak arsitektur Indonesia, intelektual, dosen luar biasa di Universitas Gadjah Mada (UGM) serta menjadi prajurit badan keamanan rakyat (BKR). Dia ikut dalam pertempuran di Magelang, Ambarawa dan Semarang medio 1945 sampai dengan 1948 saat dia masih remaja.
Tamat studi Filsafat dan Teologi di Institut Institut Filsafat dan Teologi Sancti Pauli, Yogyakarta pada 1959, Romo Mangun mendapat tahbisan imamat pada tanggal 8 September 1959 dari Mgr Albertus Soegijapranata, SJ.
Baca Juga
Dikutip dari Politeknik Katolik Mangunwijaya, sesudah tahbisan Romo Mangun belajar di Institut Teknologi Bandung jurusan Arsitektur sampai tahun 1960.
Tahun 1960-1966 Romo Mangun melanjutkan studi di Sekolah Tinggi Teknik Rhein, Westfalen, Aachen Jerman. Sepulang dari Jerman, dia bertugas sebagai pastor yang memperhatikan kaum miskin dan tinggal di paroki Salam, Magelang. Pada tahun 1978 dia mengikuti Felow of Aspen Institute for Humanistic Studies, Aspen, Colorado, Amerika Serikat.
Sejak 1968, dia mulai aktif menulis kolom di berbagai surat kabar dan majalah. Tahun 1980 Romo Mangun berhenti sebagai dosen di UGM setelah bekarya di sana sekitar 13 tahun.
Atas izin dari keuskupan, Romo Mangun memutuskan tinggal dan bekarya sebagai pekerja sosial di lembah Kali Code, Yogyakarta sampai 1986. Pada 1986-1988 Romo Mangun berkarya di pantai Grigak Gunung Kidul, mendampingi penduduk setempat dalam program lingkungan hidup dan pengadaan air bersih.
Romo Mangun juga aktif dan penduli pada warga korban pembangunan waduk Kedung Ombo, Jawa Tengah, sampai 1994. Proyek mercesuar Presiden Soeharto kala itu.
Lewat ketokohannya, Romo Mangun berani tampil dimuka dan melindungi ratusan mahasiswa di Yogyakarta, Semarang dan Jakarta saat demonstrasi terhadap pemerintahan Presiden Soeharto mulai terang-terangan di medio tahun 90-an.
Setelah setahun rezim Soeharto Tumbang, Romo Mangun meninggal di Hari Rabu siang, 10 Februari 1999 di Hotel Le Meridien, Jakarta, setelah menyampaikan makalah “Peran Buku demi Kearifan dalam Iptek” dalam symposium Meningkatkan Peranan Buku dalam Upaya Membentuk Masyarakat Baru Indonesia yang diselenggarakan oleh Yayasan Obor Indonesia.