Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan buka suara usai sejumlah pihak mengusulkan Mahkamah Konstitusi (MK) untuk mendiskualifikasi Gibran Rakabuming Raka jika terbukti melakukan kecurangan dalam Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
“Ya jangan berandai-andai lah. Insya Allah semua nggak ada soal. Lancar. Lihat aja persidangannya,” kata Zulhas saat ditemui di rumah pribadinya di Cipinang, Jakarta Timur, Rabu (10/4/2024).
Sebagai pihak yang pernah dua kali kalah dalam Perselisihan Hasil Pemilu (PHPU), Zulhas dapat memaklumi adanya usulan-usulan tersebut.
“Saya ngerti lah orang kalah itu nggak enak, jadi maklum. Dulu aja saya kalah kok, beda cuma 1%-2%. Itu aja susah apalgi ini berapa persen,” ungkapnya.
Ahli Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Andi Muhammad Asrun sebelumnya menegaskan, MK tidak dapat mengeluarkan putusan pada PHPU Presiden, sebagaimana putusan yang pernah dikeluarkan pada sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada).
Untuk diketahui, MK pada PHPU Kada pernah mendiskualifikasi calon kepala daerah dalam putusannya. Kala itu, pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Sabu Raijua Orient Patriot Riwu Kore dan Thobias Uly lantaran tidak memenuhi syarat pencalonan. Orient terbukti memiliki dua kewarganegaraan, yakni Indonesia dan Amerika Serikat.
Baca Juga
Kendati demikian, Andi menyebut bahwa MK tidak dapat menggugurkan Gibran sebagai calon wakil presiden dan MK tidak pernah mengenal diskualifikasi pada putusannya.
Hal tersebut disampaikan Andi dalam sidang penyelesaian Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden (PHPU Presiden) Tahun 2024 di MK pada Kamis (4/4/2024).
“Diminta menggugurkan Gibran, hanya Prabowo bertanding dicari gantinya, ini tidak sesuai dengan sistem hukum, ini pendapat yang tidak berdasar hukum. Kemudian Pak Prabowo-Gibran misal didiskualifikasi, putusan MK tidak pernah mengenal diskualifikasi, silakan lihat, kaji,” kata Andi, melansir laman resmi MK, Rabu (10/4/2024).
Senada, Hukum Tata Negara dan Hukum Administrasi Negara Abdul Chair Ramadhan menilai bahwa kewenangan MK dalam perselisihan hasil pemilihan umum hanya terhadap hasil penghitungan suara.
Hal ini sesuai dengan ketentuan Undang-undang tentang Pemilu yang menyatakan bahwa dalam hal terjadi perselisihan hasil pemilu presiden dan wakil presiden, paslon dapat mengajukan keberatan ke MK paling lama tiga hari setelah penetapan hasil pemilu oleh KPU.
Adapun keberatan yang dimaksud hanya terhadap hasil penghitungan suara yang memengaruhi penentuan terpilihnya pasangan calon atau penentuan untuk dipilih kembali pada pemilu presiden dan wakil presiden.
“Frasa hanya terhadap hasil penghitungan suara bermakna adalah pembatasan dan itu qath’i, tetap, diksi hanya merupakan kata kunci pembatasan itu,” jelasnya Abdul Chair.