Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintahan Paman Sam sedang menanggapi dengan serius laporan pengawas internal bahwa duta besar Amerika Serikat (AS) untuk Singapura melakukan perilaku buruk.
Hal tersebut dikatakan oleh pihak Gedung Putih pada Jumat (1/3/2024) bahwa dubes AS untuk singapura mengancam stafnya dan gagal menyerahkan biaya perjalanan sekitar US$48.000 atau sekitar Rp 753 juta tepat waktu, atau dengan dokumentasi yang sesuai.
“Kantor Inspektur Jenderal (OIG) mendapati duta besar tersebut tidak mencontohkan integritas, membuat rencana strategis, berkolaborasi, atau berkomunikasi,” jelas OGK Departemen Luar Negeri dalam laporannya, seperti dikutip dari Reuters, Sabtu (2/3).
Duta besar Jonathan Kaplan, yang juga seorang pengusaha, dilaporkan memiliki hubungan yang tidak baik dengan beberapa kementerian Singapura. Ia sering kali tidak siap menghadapi berbagai permasalahan.
Kemudian, OIG juga mendesak Departemen Luar Negeri AS untuk menilai kepemimpinan dan manajemennya, dan jika perlu mengambil tindakan korektif.
“Banyak staf menggambarkan ketakutan, dan bahkan ancaman langsung, akan pembalasan dari Duta Besar,” tuturnya, dimana sikapnya digambarkan sebagai sikap yang meremehkan dan mengintimidasi.
Baca Juga
Kemudian, Kaplan dilaporkan karena gagal mengikuti prosedur dalam merekrut konsultan yang menyerahkan tagihan sebesar US$5.650 untuk "proyek penelitian furnitur" dan US$4.250 untuk merancang ulang kafetaria kedutaan.
Banyak kebijakan Departemen Luar Negeri dalam perjalanan yang juga tidak dipatuhi, gagal menggunakan agen perjalanan yang terikat kontrak dengan pemerintah AS, dan mematuhi undang-undang AS yang mewajibkan penggunaan maskapai penerbangan AS.
“OIG menemukan kewajiban perjalanan yang belum dibayar senilai sekitar US$48.000 sejak Desember 2021 yang tidak diajukan untuk penggantian atau tidak memiliki dokumentasi pendukung yang memadai untuk membayar klaim perjalanan,” jelasnya.
Adapun laporan tersebut juga mencatat pandangan duta besar bahwa meskipun terdapat transisi yang sulit ketika mulai menjabat, moral telah membaik di bawah kepemimpinannya dan yakin telah memperoleh kepercayaan dari stafnya.
Juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, John Kirby mengatakan bahwa Presiden selalu menginginkan perwakilannya untuk mengelola orang dengan martabat dan rasa hormat.
"Dia yakin bahwa Departemen Luar Negeri serius mengambil hal ini,” lanjut Kirby.