Bisnis.com, JAKARTA -- Suara calon presiden nomor urut 3 Ganjar Pranowo jeblok di Kota Surakarta. Padahal Surakarta atau Solo adalah basis pendukung PDI Perjuangan alias PDIP, partai yang telah mengantarkannya menjadi Gubernur Jawa Tengah (Jateng) selama 2 periode.
Berdasarkan penghitungan suara sementara KPU pada Sabtu (17/2/2024) pukul 17.44 WIB dengan suara masuk sebanyak 78,91%, perolehan suara Ganjar-Mahfud MD hanya sebanyak 34,22% kalah telak dari pasangan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka yang mencapai 50,79%. Sementara Anies Baswedan dan Muhaimin Iskandar hanya 14,99%.
Nasib Ganjar tersebut berbeda dengan partai pendukungnya, terutama PDI Perjuangan (PDIP). PDIP masih mendominasi suara di Solo. Perolehan suara PDIP di pemilihan legislatif (DPR) atau pileg, secara persentase lebih tinggi dibandingkan dengan Ganjar yakni sebanyak 35,67%. Suara yang masuk 59,28%.
Sementara di pileg untuk DPRD Provinsi Jawa Tengah, perolehan suara PDIP bahkan mencapai 40,03%. Angka yang lebih fantastis juga tampak dari perolehan suara di pemilihan anggota legislatif untuk DPRD Kota Surakarta. Total raihan suara PDIP mencapai 42,05%. Jauh lebih tinggi dari suara Ganjar yang hanya 34,22%. Progres suara yang masuk 57,36%.
Anomali
Sebelumnya, Tim Pemenangan Nasional (TPN) Ganjar Pranowo – Mahfud MD menilai seluruh rangkaian proses Pemilihan Umum 2024 menjadi sia-sia jika akhirnya diwarnai dengan kecurangan sangat masif seperti yang terjadi hari-hari ini.
Pernyataan itu disampaikan Ketua Tim Penjadwalan TPN Aria Bima dalam konferensi pers di Media Centre TPN, Cemara, Jakarta, Jumat, 16 Februari 2024.
Baca Juga
“Untuk apa ada Pemilu jika akhirnya ‘diclosing’ dengan tindakan- yang menodai prinsip-prinsip etika demokrasi. Kalau seperti ini caranya, Pilkada nanti pun tak perlu ada. Cukup takut-takuti saja kepala desa atas pertanggungjawaban penggunaan anggaran dana desanya supaya calon kepala daerah itu bisa dapat suara banyak,” kata Aria Bima.
Politisi PDI Perjuangan ini menunjukkan maraknya kecurangan Pemilu 2024, mulai dari politisasi bansos, diskon pupuk bersubsidi, pembagian sertifikat tanah secara massif, penekanan aparat desa, tidak netral-nya aparat, politik uang, hingga yang terbaru adanya manipulasi perolehan suara dalam sistem rekapitulasi KPU.
Aria Bima menekankan, TPN sejak awal yakin pasangan Ganjar-Mahfud merupakan capres-cawapres yang paling tepat memimpin Indonesia. Namun, semua kerja keras itu dikacaukan dalam proses penyelenggaraan Pemilu.
“Tentu ada motif kenapa dikacaukan. Kalau seperti ini caranya, untuk apa ada debat, kampanye akbar, pembentukan tim narasi, tim substansi, mengumpulkan tim intelektual pra debat dan lain-lain. Kami memperhatikan masukan publik terkait busana Pak Ganjar-Mahfud dari debat ke debat, juga memperbaiki cara jawaban saat debat. Tak ada artinya semua itu kalau akhirnya seperti ini. Bahkan merekap suara pun keliru. Tak perlulah ada pemilu kalau hasil akhirnya pun sudah diketahui sebelumnya,” kata Aria Bima berapi-api.