Bisnis.com, JAKARTA — Tiga orang pakar hukum tata negara menjadi bintang utama dari film dokumenter Dirty Vote yang mengungkap dugaan kecurangan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Film tersebut dirilis melalui kanal YouTube, Dirty Vote, kemarin, Minggu (11/2/2024).
Tiga orang pakar hukum tata negara itu yakni pengajar Sekolah Tinggi Hukum (STH) Jentera Bivitri Susanti, akademisi hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar dan akademisi hukum sekaligus Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas (Unand) Feri Amsari.
Film yang disutradarai oleh Dandhy Laksono itu merupakan produksi dari Watchdoc, rumah produksi film dokumenter yang berdiri sejak 2009. Watchdoc juga sebelumnya memproduksi dokumenter bertemakan lingkungan berjudul 'Sexy Killers'.
Dalam film berdurasi 1 jam 57 menit itu, ketiga pakar hukum tata negara tersebut menyampaikan adanya instrumen negara yang digunakan untuk memenangkan pemilu dan merusak demokrasi. Film tersebut bahkan dilabeli 'fitnah' oleh Tim Kampanye Nasional (TKN) 02 Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming, sekitar tiga jam setelah film tersebut rilis perdana.
Adapun, Film tersebut kini sudah ditonton 3,56 juta kali dalam rentang waktu 22 jam. Berikut profil ketiga pakar hukum tata negara yang menjadi pemeran utama dalam Dirty Vote:
1. Bivitri Susanti
Bivitri, atau akrab disapa Bibip, adalah pengajar di STH Indonesia Jentera. Dilansir dari situs resmi Jentera, perempuan kelahiran 5 Oktober 1974 itu pernah menjadi menjadi research fellow di Harvard Kennedy School of Government pada 2013-2014, visiting fellow di Australian National University School of Regulation and Global Governance pada 2016, dan visiting professor di University of Tokyo, Jepang pada 2018.
Baca Juga
Kerap menulis di berbagai publikasi, Bivitri merupakan penerima Anugerah Konstitusi M. Yamin dari Pusat Studi Konstitusi Unand dan Asosiasi Pengajar Hukum Tata Negara-Hukum Administrasi Negara (APHTN-HAN) sebagai Pemikir Muda Hukum Tata Negara pada 2018.
Bivitri juga dikenal aktif dalam kegiatan pembaruan hukum melalui perumusan konsep dan langkah-langkah konkrit pembaruan, serta dalam mempengaruhi langsung penentu kebijakan sejak 1999.
Terakhir, dia tercatat masuk dalam Tim Percepatan Reformasi Hukum bentukan mantan Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud Md pada 2023. Bivitri masuk dalam Kelompok Kerja Reformasi Sektor Peraturan Perundang-undangan.
2. Feri Amsari
Dilansir dari situs resmi Jurnal Antikorupsi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Feri adalah aktivis hukum dan pengajar di Fakultas Hukum Unand Padang, Sumatra Barat. Selain pengamat hukum tata negara, dia merupakan Direktur Pusako Fakultas Hukum Unand.
Pria kelahiran 2 Oktober 1980 itu tercatat aktif menulis dengan tulisan-tulisan subjek korupsi, hukum, politik, dan kenegaraan. Riwayat pendidikan Feri dimulai dari Fakultas Hukum Unand dan berhasil meraih gelar sarjananya pada 2008.
Pendidikan magisternya juga ditempuh di universitas yang sama dengan IPK cumlaude dan dilanjutkan dengan magister perbandingan hukum Amerika dan Asia pada William and Mary Law School, Virginia, Amerika Serikat.
Feri juga kerap diundang untuk masuk dalam kegiatan pembaruan hukum, termasuk yang dilakukan oleh pemerintah. Dia juga masuk dalam kelompok kerja yang sama dengan Bivitri di Tim Percepatan Reformasi Hukum Kemenko Polhukam.
3. Zainal Arifin Mochtar
Pria yang akrab disapa Uceng ini merupakan doktor dari Fakultas Hukum UGM pada 2012. Sebelumnya, Zainal juga sempat mengenyam pendidikan S1 Ilmu Hukum di UGM dan S2 Ilmu Hukum di Universitas Northwestern, Chicago, Amerika Serikat.
Tidak hanya bekerja sebagai akademisi hukum tata negara, Zainal juga tercatat menjadi peneliti di Pusat Kajian Antikorupsi (Pukat) Fakultas Hukum UGM. Zainal kini juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komite Pengawas Perpajakan periode 2023 sampai dengan 2026.
Dia juga tercatat pernah membantu pemerintah dalam berbagai jabatan di Dewan Audit Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2015–2017; Anggota Komisaris PT Pertamina EP pada 2016 sampai dengan 2019; Anggota Tim Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia pada 2022; dan juga didapuk dalam kelompok kerja yang sama dengan Bivitri dan Feri di Tim Percepatan Reformasi Hukum.