Bisnis.com, JAKARTA - Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari mengatakan bahwa jumlah warga negara Indonesia (WNI) yang memilih atau menyoblos di luar negeri sebanyak 1.750.474 orang.
Dia mengatakan bahwa dari 128 perwakilan Panitia Pemilihan Luar Negeri (PPLN) yang ada, jumlah yang terbesar pemilihnya itu ada di Malaysia.
"Malaysia ada 6 PPLN tapi di antara 6 itu paling besar jumlah pemilihnya Kuala Lumpur dengan 474.000 sekian," katanya, saat Press Briefing di Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Senin (5/2/2024).
Lalu, dia menjelaskan dengan jumlah pemilih total di luar negeri jumlahnya adalah 1.750.474, dan 474.000 ada di Kuala Lumpur, maka risiko dan tanggung jawabnya dalam penyelenggaraan pemilihan umum (pemilu) juga paling besar.
"Kemudian kita minta supaya tidak terjadi apa-apa, potensi-potensi pelanggaran segala sesuatunya kita kontrol tetap. Yang di Kuala Lumpur kita maklumi karena jumlah pemilih ini besar, jadi situasional dimanapun ya orang perwakilan itu kami mengikuti segala macamnya, kami minta laporan dan supaya bisa kita kontrol tetap, supaya tidak ada indikasi atau potensi pelanggaran," ujarnya.
Lebih lanjut, dia menyatakan bahwa sekiranya misalkan ada potensi pelanggaran atau ada potensi menyalahi Standar Operasional Prosedur (SOP) secara administratif tentu akan segera dihentikan situasi tersebut dan kemudian dikoreksi sesegera mungkin.
Baca Juga
Kemudian, Komisioner Bawaslu Herwyn JH Malonda mengatakan hal yang sama, bahwa negara yang paling rawan pelanggaran pemilu sebenarnya di tempat penyelenggaraan yang paling banyak pemilihnya.
"Kalau paling banyak pemilih ada di Malaysia," katanya, kepada awak media di Kemlu RI.
Dia mengatakan telah menekankan kepada jajarannya untuk melakukan upaya-upaya pencegahan dan pengawasan, serta pihaknya juga sudah menyampingkan wilayah lain di luar negeri.
Sementara itu, Hasyim Asy'ari menegaskan sekali lagi bahwa kotak suara di Kuala Lumpur, surat suara yang disediakan di dalamnya sama jumlahnya dengan Daftar Pemilih Tetap (DPT) ditambah cadangan 2%.
"Kalau kemudian dibagi rata mau 500 pemilih tentu kami pertanyakan apa dasarnya, karena masing-masing kotak suara kan berdasarkan jumlah pemilih di DPT, tidak bisa sembarangan," tambahnya.