Bisnis.com, JAKARTA – Calon Presiden (Capres) nomor urut 03 Ganjar Pranowo mengatakan bahwa pencegahan stunting ditangani sejak dalam kandungan, bukan dilakukan kepada anak yang sudah lahir
Hal itu disampaikan oleh Ganjar pada Debat Kelima antara Capres 2024 di Jakarta Convention Center (JCC), Minggu (4/2/2024). Saat itu, Ganjar menjawa pertanyaan Calon Presiden (Capres) nomor urut 02 Prabowo Subianto terkait dengan Program Makan Siang Gratis yang dialamatkan untuk anak-anak dan ibu.
Ganjar menyatakan tidak setuju dengan program rivalnya itu karena stunting dinilai harusnya ditangani sejak dalam kandungan alias pemenuhan gizi ibunya.
"Stunting ditangani sejak dalam kandungan, ibunya yang dikasih gizi, ibunya sehat anaknya pertumbuhannya dilihat. Kalau bapak kasih makan ke ibu hamil saya baru setuju pak, indeks kita bagus anaknya akan bagus. Kalau sudah lahir itu gizi buruk jangan sampai confused itu gizi buruk, jangan sampai terjadi obesitas itu lebih berbahaya lagi," ujarnya, Minggu (4/2/2024).
Adapun status gizi selama periode perinatal (sebelum kelahiran) dan asupan gizi pascamaternitas menjadi faktor penting untuk mencegah stunting. Hal itu berdasarkan penelitian yang dilakukan September 2019 ke Maret 2020, ke dalam jurnal ilmiah berjudul "Effect of maternal and child factors on stunting: partial least squares structural equation modeling", yang ditulis Agus Santoso dkk.
Penelitian itu dilakukan di Purbalingga, yang mana tercatat memiliki kasus tertinggi di Jawa Tengah. Penelitian dilakukan terhadap 132 anak stunting dan 132 anak yang tidak mengalami stunting.
Baca Juga
Pesan kunci dari hasil penelitian tersebut yakni faktor anak dan maternal memiliki pengaruh masing-masing sebesar 49,8% dan 30,3% terhadap stunting. Faktor anak utama berkaitan dengan dosis susu formula bayi, sedangkan faktor maternal utama adalah status gizi.
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa pencegahan stunting bisa dilakukan dengan lebih memerhatikan status nutrisi selama kehamilan dan memastikan dosis susu formula yang tepat kepada anak dalam umur 6-24 bulan.
Kemudian, Dosen Departemen Biostatistik, Epidemiologi dan Kesehatan Populasi FK-KMK Universitas Gadjah Mada (UGM) Anis Fuad mengatakan bahwa secara lebih lengkap intervensi dimulai sejak kelompok remaja serta pasangan usia subur.
"Secara lebih lengkap sebenarnya intervensi dimulai pada kelompok remaja, menjadi pasangan usia subur (PUS), kehamilan, masa neonatal sampai dengan balita," ujarnya.
Artikel ini adalah hasil kolaborasi Aliansi Jurnalis Independen, Asosiasi Media Siber Indonesia, Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia, Cekfakta.com bersama 16 media dan 7 panel ahli di Indonesia.