Bisnis.com, PURWOKERTO - Calon Presiden (Capres) koalisi perubahan, Anies Baswedan menanggapi terkait wacana yang digaungkan salah satu paslon tentang anggapan pemilu satu putaran bisa menghemat pengeluaran negara.
Anies menilai, wajar jika pengeluaran negara akan besar akibat gelaran Pemilu. Sebab, Indonesia merupakan negara keempat terbesar dan posisi ketiga negara demokrasi terbesar.
Anies menyebut bahwa pengeluaran negara untuk Pemilu hanya sebagian kecil dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
"APBN kita itu 3.300 triliun. Jadi kalau 27 triliun itu sekitar 0,15-16 persen untuk menentukan arah republik ini, arah republik ini," kata Anies dalam agenda Desak Anies di Purwokerto, Rabu (24/1/2024) malam.
Kemauan satu putaran dalam pemilu, kata Anies berpotensi mengurangi suasana dari demokrasi rakyat.
Dirinya pun mengaku khawatir jika keinginan satu putaran akan menghilangkan proses demokrasi yang saat ini sudah ada.
Baca Juga
"Sekarang dicoba dikurangi putarannya besok bisa-bisa idenya 'sudahlah nggak usah ada putaran-putaran, perpanjangan-perpanjangan saja'. Betul tidak?,” ujarnya.
Anies menegaskan bahwa tidak perlu mengajari rakyat tentang putaran pemilu. Karena bisa jadi rakyat yang susah payah diajarkan lebih cerdas dari yang mengajarkan.
"Jangan mendahului kemauan rakyat, oke. Nanti yang ngomong satu putaran itu tau-tau nggak masuk putranya kedua. Apa yang terjadi? Tau-tau nggak masuk putaran kedua," ucap Anies.
Sebelumnnya, Wakil Presiden ke-10 dan ke-12 Jusuf Kalla menyebut adanya kemungkinan konflik sosial maupun horizontal yang terjadi apabila Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 dipaksakan untuk berlangsung hanya satu putaran.
Pada wawancara dengan jurnalis senior Karni Ilyas yang disiarkan, Sabtu (20/1/2024), Jusuf Kalla atau JK memandang bahwa konflik maupun kekacauan (chaos) bisa terjadi apabila masyarakat tidak lagi percaya kepada pemimpinnya.
Salah satu hal yang dinilai bisa memicu ketidakpercayaan itu yakni apabila Pilpres 2024 dipaksakan hanya satu putaran.
"Ya itu bisa terjadi. Suatu negara yang chaos kalau rakyatnya tidak percaya lagi kepada pemerintahnya atau pemimpinnya atau presidennya. Mereka merasa [pemimpinnya] tidak adil, tidak netral," ujarnya saat menjawab pertanyaan Karni Ilyas, dikutip dari YouTube Karni Ilyas Club, Minggu.