Bisnis.com, JAKARTA - Denmark kini memiliki Raja baru yakni Raja Frederik X yang naik takhta pada Minggu, 14 Januari 2024 waktu setempat.
Seperti diketahui, Ratu Denmark sebelumnya, Ratu Margrethe II membuat pengumuman mengejutkan pada malam tahun baru 2024 lalu. Setelah memerintah Denmark selama 52 tahun, Ratu Margrethe II memutuskan mengundurkan diri.
Ratu Margrethe II secara resmi menandatangani "surat pengunduran dirinya" pada Minggu, 14 Januari 2024 waktu setempat. Momen ini sekaligus meresmikan Raja Frederik X sebagai pemimpin baru Denmark.
Pengalihan kekuasaan secara resmi terjadi pada pertemuan Dewan Negara di Istana Christiansborg di Kopenhagen, di mana ribuan orang berkumpul untuk mengucapkan selamat tinggal kepada Margrethe.
Denmark, salah satu monarki tertua di dunia, tidak mengadakan upacara penobatan.
Sebaliknya, raja dan ratu baru tampil di depan umum di balkon istana, sebuah tradisi yang dimulai sejak konstitusi tahun 1849, dengan Perdana Menteri Mette Frederiksen memproklamirkan aksesi Raja.
Baca Juga
Siapa Raja Frederik X?
Frederik telah menjadi Putra Mahkota Kerajaan Denmark sejak usianya baru 3 tahun. Namun dia baru naik takhta pada usia 55 tahun sebagai Raja Frederik X setelah mengambil alih mahkota dari ibunya, Ratu Margrethe II.
Margrethe mengejutkan negara tersebut ketika dia mengumumkan dalam pidato tradisionalnya di Malam Tahun Baru bahwa dia akan mengundurkan diri dengan alasan kesehatan.
Seorang juru bicara istana kerajaan mengatakan kepada surat kabar Berlinske bahwa ratu memberi tahu putra-putranya tentang keputusannya hanya tiga hari sebelum pengumuman tersebut.
Imbasnya, Frederik sebagai Putra Mahkota harus bersedia mengemban tugas sebagai Raja baru Denmark.
Putra mahkota bernama lengkap Frederik André Henrik Christian ini lahir pada 26 Mei 1968. Dia adalah anak pertama dari Margrethe dan suaminya, Pangeran Henrik, yang meninggal pada tahun 2018.
Adik laki-lakinya, Pangeran Joachim, lahir pada tahun 1969.
Sebagai seorang anak yang pemalu dan pendiam, Frederik merasa tidak nyaman dengan gagasan untuk naik takhta, serta perhatian dan pengawasan yang intens yang menyertainya.
Dalam wawancara tahun 1996 dengan Berlingske Tidende, putra mahkota mengatakan bahwa di masa remajanya dia terkadang bertanya-tanya apakah dia bisa lepas dari nasibnya.
“Saya pikir itu terlalu tidak nyaman. Anda tahu bahwa Anda akan tampil di depan umum, sangat dikenal, mudah diakses oleh semua orang, dan digambarkan. Saya tidak menyukainya," katanya saat remaja.
