Bisnis.com, JAKARTA - Firli Bahuri selaku Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2019-2024 resmi diberhentikan oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi). Salah satu alasannya, yaitu putusan Dewas KPK yang menyebutkan Firli telah melanggar etik berat.
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana mengatakan pemberhentian Firli dilakukan melalui surat Keputusan Presiden (Kepres) No.129/P Tahun 2023.
"Pada tanggal 28 Desember 2023, Presiden telah menandatangani Keppres Nomor 129/P Tahun 2023, tentang pemberhentian Firli Bahuri sebagai Ketua merangkap anggota KPK masa jabatan 2019-2024. Keppres mulai berlaku pada tanggal ditetapkan," kata Ary dalam keterangannya, Jumat (29/12/2023).
Lantas, bagaimana awal mula kasus Firli Bahuri?
Awalnya, beredar surat panggilan kepolisian kepada sopir dan ajudan mantan Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (Mentan SYL) terkait dugaan pemerasan yang dilakukan oleh pimpinan KPK dalam penanganan perkara di Kementan RI.
Kabar tersebut termuat dalam surat Polda Metro Jaya dengan No:B/10339 MII/RES.3.3./2023/Ditreskrimsus yang diperuntukkan kepada sopir SYL bernama Heri, sedangkan untuk ajudannya bernama Panji Harianto termaktub dalam surat No:B/10338 MII/RES.3.3./2023/Ditreskrimsus.
Dalam dokumen tersebut, keduanya diminta untuk memberikan keterangan pada 28 Agustus 2023. Di samping itu, Syahrul yang baru pulang dari perjalanannya ke Eropa langsung dipanggil Polda Metro Jaya untuk memberikan keterangan terkait kasus ini.
Baca Juga
Selang satu bulan, kasus ini kemudian naik penyidikan pada (7/10/2023). Setelah melakukan beberapa pemeriksaan saksi dan menemukan sejumlah bukti, Polda Metro Jaya mengumumkan Firli Bahuri menjadi tersangka pada (22/11/2023).
"Berdasarkan fakta Penyidikan maka pada hari rabu (22/11/2023) sekira pukul 19.00 bertempat di ruang gelar perkara direktorat reserse kriminal khusus, telah dilaksanakan gelar perkara dengan hasil ditemukannya bukti yang cukup untuk menetapkan saudara FB selaku ketua KPK RI sebagai tersangka dalam tindak pidana korupsi atau pemerasan," kata Dirreskrimsus Polda Metro Jaya, Ade Safri Simanjuntak.
Dalam hal ini, Polisi telah memeriksa ratusan saksi yang di antaranya SYL, ajudan Firli Kevin Egananta, Kapolrestabes Semarang Irwan Anwar, hingga dua orang eks pimpinan KPK Saut Situmorang dan M Jasin.
Sementara, barang bukti yang didapat untuk menetapkan tersangka Firli Bahuri dalam kasus dugaan pemerasan di antaranya, dokumen valas senilai Rp7,4 miliar, dan beberapa dokumen penggeledahan hingga bukti elektronik yang diserahkan KPK.
Adapun, Mantan Kabaharkam Polri itu diduga telah melakukan tindakan melawan hukum sebagaimana diatur dalam Pasal 12e dan atau Pasal 12B dan atau Pasal 11 UU Tipikor Juncto Pasal 65 KUHP dengan ancaman maksimal hukuman penjara seumur hidup.
Gugatan Praperadilan Firli Kandas di PN Jakarta Selatan
Setelah ditetapkan menjadi tersangka, kubu Firli kemudian menggugat Kapolda Karyoto ke PN Jaksel. Dalam permohonannya, kuasa hukum Firli, Ian Iskandar menilai penetapan tersangka kliennya tidak sah dan meminta untuk status tersangkanya dicabut.
Sidang gugatan praperadilan itu dikebut oleh PN Jaksel dengan periode satu pekan. Pada Selasa (19/12/2023), Hakim Tunggal PN Jaksel Imelda Herawati memutuskan untuk tidak menerima permohonan praperadilan Firli.
Alasannya, permohonan Firli dinilai tidak relevan karena mencampurkan materi formil dan non-formil. Selain itu, hakim juga menilai barang bukti yang dibawa kubu Firli tidak relevan dengan permohonan praperadilan.
Dengan begitu, hakim menetapkan putusan Praperadilan dinilai kabur dan tidak jelas. "Menyatakan bahwa permohonan Praperadilan pemohon tidak dapat diterima," ujar Imelda, saat membacakan amar putusan di PN Jakarta Selatan, Selasa (14/11/2023).
Divonis Langgar Etik Berat KPK
Selang beberapa hari setelah kalah dari Praperadilan, Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) memulai sidang secara maraton pada 20-22 Desember 2023.
Berdasarkan catatan Bisnis, Dewas KPK telah menggelar sidang etik terhadap Firli secara maraton pada 20-22 Desember 2023. Majelis Etik telah menghasilkan putusan terhadap Firli pada pekan lalu, Jumat (22/12/2023), dan dibacakan hari ini.
Selama tiga hari pelaksanaan sidang, Firli memang tidak hadir. Namun, sidang tersebut tetap digelar sesuai dengan Peraturan Dewas (Perdewas) KPK.
Pada Rabu (27/12/2023), Dewas KPK melalui Ketua Majelis Etik Tumpak Hatorangan Pangabean menjatuhkan sanksi berat kepada Firli Bahuri atas perkara pelanggaran etik dan perilaku.
Berdasarkan amar putusan yang dibacakan Majelis Etik di Gedung Pusat Pendidikan Antikorupsi KPK, Jakarta, Firli dinyatakan terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran kode etik dan perilaku sebagaimana diatur dalam Peraturan Dewas (Perdewas) KPK No.3/2021.
"Menjatuhkan sanksi berat kepada terperiksa berupa diminta untuk mengajukan pengunduran diri sebagai pimpinan KPK," ujar Ketua Majelis Etik Tumpak Hatorangan Panggabean, Rabu (27/12/2023).
Dalam pertimbangannya Majelis Etik menyatakan Firli terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan hubungan langsung maupun tidak langsung dengan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo atau SYL, yang perkaranya sedang ditangani KPK.
Majelis Etik juga menyebut hubungan langsung dan tidak langsung itu tidak diberitahukan kepada kepada sesama pimpinan, sehingga diduga dapat menimbulkan benturan kepentingan.
Tidak hanya itu, Firli juga dinyatakan tidak menunjukkan keteladanan dalam tindakan maupun perilaku sehari-hari yang dapat dipertanggungjawabkan sebagaimana diatur dalam Perdewas KPK. Adapun Majelis Etik juga menyatakan tidak ada hal meringankan dalam putusan etik terhadap Firli.
Diberhentikan Resmi Jokowi
Sementara, usai kalah pada Praperadilan Firli sempat melakukan manuver pengunduran diri dengan melayangkan surat ke Menteri Sekretariat Negara (Mensetneg) pada (18/12/2023). Langkah ini, dinilai mantan Penyidik KPK, Novel Baswedan sebagai "jurus" Firli untuk membuat pelanggarannya tidak diungkap secara tuntas.
Sebagaimana diketahui, cara tersebut sempat dilakukan oleh manta koleganya beberapa tahun lalu, yaitu Lili Tapanuli.
"Melakukan pelanggaran berat kemudian menghindar dengan cara mengundurkan diri. Modus ini, harusnya tidak boleh terulang karena akan jadi pola jahat. Cara ini akan membuat pelanggaran tidak diungkap dengan tuntas, sehingga pihak-pihak lain yang terlibat tidak diusut," ujar Novel, Jumat (22/12/2023).
Di samping itu, surat pengunduran diri Firli yang pertama ditolak Istana lantaran tidak sesuai dengan isi pasal 32 ayat (1) UU No.30/2022 tentang KPK sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan UU No.19/2019.
Oleh karena itu, Firli merevisi surat tersebut dan kembali melayangkan suratnya ke Mensesneg pada Sabtu (23/12/2023).
Akhirnya, pada Jumat (29/12/2023) Presiden Joko Widodo resmi meneken Keppres No.129P/Tahun 2023 tentang pemberhentian Firli Bahuri sebagai ketua KPK masa jabatan 2019-2024.
Dia menyampaikan bahwa keputusan ini didasarkan dengan tiga pertimbangan mulai dari Firli Bahuri telah melayangkan surat pengunduran diri yang telah diperbaiki sebelumnya.
Kemudian, putusan Dewas KPK Nomor: 03/DEWAN PENGAWAS/ ETIK/12/2023 pada Rabu (27/12/2023) telah menjadi pertimbang Jokowi memberhentikan Firli Bahuri dari Ketua KPK.
"Ketiga, berdasarkan pasal 32, UU no. 30 Tahun 2002 tentang KPK sebagaimana beberapa kali diubah, pemberhentian pimpinan KPK ditetapkan melalui Keppres," pungkasnya.