Bisnis.com, JAKARTA - Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (DK PBB) menyetujui resolusi yang menuntut semua pihak dalam konflik Israel-Hamas untuk mengizinkan pengiriman bantuan kemanusiaan dalam skala besar yang aman dan tanpa hambatan ke Jalur Gaza.
Setelah tertunda selama berhari-hari, resolusi tersebut menyerukan terciptanya kondisi untuk penghentian permusuhan yang berkelanjutan, namun tidak menyerukan diakhirinya pertempuran dengan segera.
Rusia dan Amerika Serikat (AS), kedua negara itu bisa saja memveto rancangan undang-undang tersebut sebagai anggota tetap DK PBB dan memilih abstain.
Namun demikian, Duta Besar AS Linda Thomas-Greenfield menyebut resolusi tersebut sebagai langkah maju yang sangat kuat untuk menciptakan kemanusiaan di Jalur Gaza.
"Dewan ini memberikan secercah harapan di tengah lautan penderitaan," kata Linda Thomas-Greenfield, dilansir TASS, Minggu (24/12/2023).
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PBB Antonio Guterres mengatakan setelah pemungutan suara tersebut bahwa serangan Israel adalah masalah sebenarnya dan negara tersebut menciptakan hambatan besar terhadap distribusi bantuan kemanusiaan.
Baca Juga
Di sisi lain, kelompok militan Palestina Hamas mengatakan resolusi tersebut tidak cukup dan tidak menanggapi situasi bencana yang diciptakan oleh Israel.
Duta Besar Palestina untuk PBB Riyad Mansour mengatakan penggunaan bantuan kemanusiaan sebagai metode perang harus diakhiri sekarang.
"Anda harus menghentikan pembunuhnya untuk menyelamatkan korban, resolusi tersebut sebagai langkah ke arah yang benar," ujarnya.
Perselisihan diplomatik di markas besar PBB di Manhattan yang menyebabkan pemungutan suara ditunda beberapa kali pekan ini terjadi di tengah memburuknya kondisi di Gaza dan meningkatnya jumlah korban jiwa.
Duta Besar Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya mengecam Amerika Serikat karena menghalangi seruan untuk penghentian permusuhan.
"Jika dokumen ini tidak didukung oleh sejumlah negara Arab, tentu saja kami akan memvetonya," katanya.
Seperti diketahui, gencatan senjata selama 7 hari telah diberlakukan di Jalur Gaza setelah kesepakatan yang dicapai antara Israel, Amerika Serikat (AS) dan Qatar.
Kemudian setelah 7 hari gencatan senjata, perang dimulai kembali dengan Israel meluncurkan serangan melalui udara ke Jalur Gaza.