Bisnis.com, JAKARTA – Kepala Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Laksana Tri Handoko mengatakan bahwa perlu adanya kerja sama internasional untuk membangun Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia.
Handoko menyebut bahwa Indonesia tidak akan mengembangkan PLTN secara instan dengan membeli salah satu jenis PLTN, melainkan melalui kerja sama dengan mitra global yang berlandaskan joint development dan joint cooperation.
“Kita untuk merealisasikan dan memberikan dukungan konkrit bagi pembangunan PLTN ke depan di Indonesia, tidak ada cara lain kecuali melalui kerja sama dan kolaborasi internasional,” katanya dalam acara GA Siwabessy Memorial Lecture di Jakarta, dikutip dari YouTube BRIN pada Selasa (5/12/2023).
Menurutnya, hal ini juga didorong oleh kurangnya jam terbang Indonesia dalam realisasi pemanfaatan nuklir sebagai sumber pembangkit listrik, meskipun telah banyak pemanfaatan nuklir secara luas di bidang lainnya.
"Karena memang kita belum memiliki pengalaman tersebut, belum memiliki ilmunya, belum memiliki pengalamannya," lanjutnya.
Dia kemudian memberikan contoh terkait pembangunan PLTN di China, yang memakan waktu hingga 40 tahun untuk bisa beroperasi secara optimal.
Baca Juga
“Dan mereka saja mengembangkan itu sudah hampir 40 tahun, dan baru beroperasional saat ini, dengan support yang sedemikian besar,” tutur Handoko.
Dikatakan, bahwa Indonesia tidak perlu mengulang proses yang sama hingga 40 tahun untuk bisa memiliki PLTN. Itu sebabnya, kerja sama internasional menjadi kunci untuk pengembangan PLTN ke depan, terutama dari segi riset eksperimental.
Sebelumnya, BRIN sempat menyebut bahwa pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) di Indonesia direncanakan pada pertengahan dekade 2030-an mendatang.
Kepala Organisasi Riset Tenaga Nuklir BRIN Rohadi Awaludin menyampaikan saat ini pemerintah sedang mengolah data, serta telah mengerucutkan untuk melakukan pembangunan pada mulai 2030.
"Ini masih dalam pembicaraan oleh berbagai pihak yakni Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dan Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas). Datanya saat ini sudah mengerucut ke tahun 2030-an, hanya saja tidak tahu 2030 awal atau akhir, karena belum final," katanya di Jakarta pada Jumat (13/10/2023).