Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Cerita Pilu Relawan yang Berhasil Melarikan Diri dari RS Al-Shifa Gaza

Seorang relawan tenaga medis menceritakan pengalamannya berhasil meninggalkan RS al-Shifa yang dan berjalan kaki sejauh 16 km menuju Deir el-Balah.
Bayi baru lahir ditempatkan di tempat tidur setelah dikeluarkan dari inkubator di Rumah Sakit Al Shifa Gaza setelah listrik padam, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Islam Palestina Hamas, di Kota Gaza, Gaza 12 November 2023 dalam gambar diam yang diperoleh REUTERS.
Bayi baru lahir ditempatkan di tempat tidur setelah dikeluarkan dari inkubator di Rumah Sakit Al Shifa Gaza setelah listrik padam, di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Islam Palestina Hamas, di Kota Gaza, Gaza 12 November 2023 dalam gambar diam yang diperoleh REUTERS.

Bisnis.com, JAKARTA – Seorang relawan tenaga medis di Rumah Sakit Al-Shifa Gaza menceritakan pengalamannya berhasil meninggalkan RS yang dikepung tentara Israel tersebut dengan selamat.

Jawdat Sami al-Madhoun hampir tidak percaya ketika melihat gerbang Rumah Sakit Syuhada Al-Aqsa muncul di depannya. Asisten dokter berusia 26 tahun itu berhasil meninggalkan RS al-Shifa yang dan berjalan kaki sejauh 16 km menuju Deir el-Balah.

Melansir Al Jazeera, Jawdat telah menghabiskan 25 hari sebagai relawan di unit gawat darurat RS al-Shifa. Ia berjuang bersama staf lainnya untuk membantu korban luka-luka sebaik mungkin, seringkali tanpa obat-obatan dan persediaan dasar.

"Kami tidak dapat membantu mereka yang terluka. Mereka sekarat! Kami tidak bisa melakukan apapun untuk menyelamatkan mereka. Kami hanya bisa melihat mereka mati. Ada ratusan mayat di halaman RS. Kami bahkan tidak bisa menguburkan mereka,” ungkap Jawdat seperti dikutip Al Jazeera, Jumat (17/11/2023).

Al-Shifa telah dikepung oleh pasukan Israel sejak Jumat pekan lalu tanpa ada seorang pun yang diizinkan masuk atau keluar dari kompleks rumah sakit tertua dan terbesar di Gaza tersebut.

Pada hari Rabu, pasukan Israel menyerbu RS tersebut dan mengklaim bahwa di dalamnya terdapat pusat komando pejuang Hamas. Klaim tersebut belum terbukti hingga saat ini.

Rumah sakit tersebut kehilangan pasokan listrik sepenuhnya pada hari Sabtu, membuat semua peralatan medisnya terhenti dan mengancam nyawa 39 bayi prematur yang inkubatornya berhenti bekerja.

Sejak saat itu, tujuh bayi telah meninggal dan terus bertambah karena RS tetap tidak beroperasi. Staf rumah sakit telah menguburkan setidaknya 179 mayat di halaman rumah sakit.

Jawdat mengatakan, bergerak di antara gedung-gedung medis di kompleks tersebut adalah masalah hidup dan mati karena penembak jitu Israel menargetkan siapa pun yang bergerak.

"Saya adalah seorang sukarelawan. Saya akan menerima orang, melakukan triase beberapa kasus, dan membalut siapa pun yang bisa saya bantu. Saya bukan perawat yang terlatih, tetapi saya mempelajarinya selama sekitar satu setengah tahun, jadi saya ingin melakukan sesuatu, apa pun, untuk membantu,” ungkapnya.

Ia menceritakan, suatu hari empat gadis kecil datang kepadanya. Yang tertua berusia sekitar 13 tahun, hanya satu dari mereka yang terluka. Mereka datang dengan keluarga mereka yang sudah meninggal, ayah, ibu, saudara laki-laki.

"Gadis kecil yang terluka itu menatap saya dan berkata: 'Tolong, Paman, biarkan saya mati bersama mereka. Saya tidak tahu bagaimana saya akan hidup tanpa orang tua dan saudara laki-laki saya,” ungkapnya sambil terisak.

Berhasil Meninggalkan RS

Jawdat meninggalkan RS al-Shifa bersama sekelompok pengungsi yang telah berlindung di RS, berharap bisa melewati tentara Israel, tank-tank, dan penembak jitu sampai ke selatan.

"[Senin] pagi, kami menerima enam kasus di rumah sakit, semuanya luka-luka. Mereka tertembak setelah tentara Israel mengatakan kepada mereka bahwa mereka boleh meninggalkan gedung tempat mereka berada. Ketika mereka pergi, mereka langsung tertembak," kata Jawdat.

Namun ia mendengar bahwa kelompok sebelumnya yang pergi lebih awal pada hari itu berhasil keluar dengan selamat.

"Mereka mengatakan bahwa mereka ditembaki, tetapi mereka berhasil sampai ke selatan. Sedikit keberanian, kata mereka. Dibutuhkan sedikit keberanian."

Jawdat dan teman-temannya ditembak tiga kali, dan mereka terus berlari untuk menghindari penembak jitu. Akhirnya, kelompok itu terpecah karena orang-orang yang lebih lambat tertinggal di belakang, dan yang lainnya berpencar di berbagai persimpangan.

Jawdat dan beberapa orang lainnya sempat dihentikan oleh tentara Israel yang menyuruh mereka berdiri dengan tangan di atas sambil memegang kartu identitas. Jawdat mengatakan seorang pria menggaruk-garuk kepalanya dan dipanggil oleh tentara Israel. Dia tidak tahu apa yang terjadi padanya setelah itu.

”Di saat lain, mereka membawa sekitar 20 orang dan menelanjangi mereka, memukuli mereka, mempermalukan mereka, lalu melepaskan mereka. Sepertinya setiap kali para tentara bosan, mereka akan memilih satu orang untuk digertak dan dipermalukan,” tuturnya.

Itu bukanlah hal terburuk yang dilihat Jawdat di jalan. Dia mengatakan bahwa dia berlari melewati mayat-mayat, seorang gadis kecil yang kakinya terputus dan seorang wanita berusia 50-an tahun, yang masih mengenakan pakaian salat, tergeletak di tanah.

Jawdat berhasil mencapai Deir el-Balah. Dia tidak tahu berapa banyak lagi dari mereka yang juga melarikan diri dari al-Syifa.


Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper